News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wacana Presiden 3 Periode Sesat Logika

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo mengenalkan tujuh orang sebagai Staf Khusus Presiden untuk membantunya dalam pemerintahan pada sebuah acara perkenalan yang berlangsung dengan santai di veranda Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2019) sore. Ketujuh staf khusus baru yang diperkenalkan Presiden Jokowi merupakan anak-anak muda berusia antara 23-36 tahun atau generasi milenial. Adapun ketujuh staf khusus baru yang diumumkan oleh Presiden Jokowi yaitu (kiri ke kanan) Andi Taufan Garuda Putra, Ayu Kartika Dewi, Adamas Belva Syah Devara, Gracia Billy Mambrasar, Putri Indahsari Tanjung, Angkie Yudistia, dan Aminuddin Maruf. Tribunnews/HO/Biro Pers Sekretariat Presiden/Kris

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana amandemen UUD 1945 kembali menguat akhir-akhir ini.

Sebelumnya wacana amandemen bergulir seiring penguatan kembali MPR dengan dikembalikannya GBHN.

Kini mulai liar kemana-kemana termasuk memasukan wacana presiden/wakil presiden tiga periode hingga ada wacana memperpanjang masa waktu periode dari 5 tahun menjadi 8 tahun dan lain sebagainya.

Menanggapi hal itu, Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia Sulthan Muhammad Yus menilai, tidak ada kebutuhan untuk merubah UUD NKRI 1945. Apalagi terkait periodeisasi presiden/wakil presiden.

Baca: PSI Usul Masa Jabatan Presiden Tujuh Tahun Tapi Satu Periode

Ia justru mempertanyakan alasan logisnya apa memperpanjang masa jabatan hingga tiga periode menjadi 15 tahun?

Sejak amandemen pertama tahun 1999, kata Sulthan, jabatan presiden telah dibatasi selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali untuk 5 tahun berikutnya.

"Ketentuan demikian sengaja dipertegas sebagai langkah traumatik dan menghindari terulangnya rezim diktatoriat. Tapi kini malah mau diputar lagi kebelakang, ini kan sesat logika namanya," kata Sulthan Muhammad Yus kepada Tribunnews.com, Jumat (22/11/2019).

Baca: MPR Wacanakan Masa Jabatan Presiden Diperpanjang Jadi 3 Periode

Sulthan juga menilai, penyelenggaraan pemerintahan yang didesain selama lima tahun itu berjalan lancar tanpa hambatan yang berarti. Capaian-capaian keberhasilan juga terus dicapai.

Kecuali jika dasar presidennya tidak visioner mau dikasih jabatan 20 tahun pun negara tetap berjalan di tempat.

"Desain periodeisasi yang selama ini diatur oleh konstitusi bagi saya sudah tepat. Tidak perlu lagi MPR mengutak-atiknya. Jangan berpikir hanya sebatas kursi kekuasaan saja, negara kita baru benar-benar demokrasi pasca reformasi," ucapnya.

Baca: Wakil Ketua MPR: Ada Wacana Tambah Masa Jabatan Presiden Jadi Tiga Periode

"Apa iya pelan-pelan mau dikembalikan seperti dulu lagi. Yang rugi kita semua lho, rakyat indonesia," tambahnya.

Sulthan mencontohkan bagaimana Amerika Serikat, sebagai sebuah negara maju dengan kompleksitas masalah yang dihadapinya masa jabatan presiden hanya 4 tahun dan maksimal 8 tahun.

"Indonesia lebih 2 tahun masak masih tidak cukup?," tanyanya.

Apalagi, lanjut Sulthan, jika ada penambahan wacana agar presiden dan wakil presiden kembali menjadi mandataris MPR dengan berlakunya GBHN.

Kemudian presiden dan wakil presiden tidak lagi dipilih oleh rakyat melainkan anggota MPR seperti terpilihnya Gus Dur dan Megawati dulu. Mau dikemanakan demkorasi kita?

"Ini kumpulan partai politik itu kok berpikirnya semakin oligarki aja. Kini hak pilih rakyat pun pelan-pelan mau dirampas juga," jelasnya.

"Sudahlah, amandemen itu boleh kok. Ia bukan hal yang sakral sehingga tidak boleh diutak-atik. Kita sadari bahwa perubahan sosial itu berlangsung begitu cepat. Akan tetapi arah amandemen konstitusi ini jangan hanya untuk menampung hasrat kekuasaan, itu langkah mundur namanya," tutupnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini