TRIBUNNEWS.COM - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menanggapi wacana penambahan masa jabatan presiden melalui amandemen Undang-Undang Dasar 1945.
Menurutnya, wacana itu biar saja berkembang, karena Undang-Undang adalah hasil dari kesepakatan semua pihak.
"Sebenarnya Undang-Undang itu kesepakatan daripada semua pihak, karena itu menurut saya wacana itu biarkan saja dikembangkan," ujarnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat (22/11/2019).
Ma'ruf Amin menilai wacana tersebut tidak ada yang menyetujuinya, ia merasa cukup dua periode saja untuk masa jabatan presiden.
Ia mengaku itu tidak masalah, jika terus berkembang tinggal bagaimana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahasnya.
"Kan juga tidak ada yang setuju, cukup dua periode, juga ada yang menambah, ya kita serahkan di DPR didiskusikan saja, mana yang terbaik," imbuh Ma'ruf.
Wakil Presiden tidak ingin berpendapat mengenai mana yang terbaik terkait wacana tersebut.
Ia menyerahkan wacana tersebut berkembang di masyarakat.
"Jadi saya tidak akan mengatakan mana yang terbaik, kita lihat saja," lanjutnya.
Senada dengan Ma'ruf Amin, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko mempersilakan MPR untuk mengkaji sejumlah wacana termasuk adanya wacana memperpanjang masa jabatan presiden.
Moeldoko menilai wacana yang beredar itu hal yang biasa saja, masyarakat boleh berpendapat dalam negara demokrasi.
"Itu kan baru wacana ya. Wacana boleh saja. Negara demokrasi semua pandangan, pendapat terwadahi ya. Itu baru suara-suara dari masyarakat," ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/11/2019), dikutip dariĀ Kompas.com.
Moeldoko meminta MPR untuk menyiapkan kajian akademik secara mendalam terkait wacana perpanjangan masa jabatan presiden tersebut.
Sehingga nanti bisa mendapatkan keputusan untuk meneruskan wacana tersebut atau tidak.