TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama tim penyidik Kejaksaaan Tinggi Sulawesi Selatan melakukan gelar perkara bersama pada Senin (25/11/2019) bertempat di Kantor Kejati Sulsel.
Perkara yang diekspos adalah terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan uang sewa tanah secara tidak sah dari PT Pelindo kepada tersangka SA alias JTG.
Diduga SA menerima pembayaran sewa sebesar Rp500 juta dari PT Pelindo melalui PT PP karena SA mengklaim tanah tersebut miliknya.
"Padahal tanah itu adalah milik PT Pelindo sendiri. Tersangka SA alias JTG juga sempat buron dan menjadi DPO (daftar pencarian orang). Kini yang bersangkutan dalam status penahanan oleh penyidik Kejati Sulsel," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (26/11/2019).
Baca: Uji Materi UU KPK: Ujian Kredibilitas Mahkamah Konstitusi
Dalam gelar perkara, Febri menjelaskan, disepakati bahwa penanganan kasus tersebut tidak hanya berfokus pada tindak pidana hilirnya saja yaitu masalah perolehan uang sewa tanah secara tidak sah oleh tersangka.
Tetapi juga akan didalami dugaan tindak pidana hulunya yaitu bagaimana perolehan atau penguasaan areal tersebut yang diduga diperoleh secara tidak sah.
"Disampaikan juga dalam gelar perkara bahwa penyidik sudah mendapatkan bukti-bukti terkait hal tersebut," kata Febri.
Kata Febri, kasus ini adalah satu dari dua perkara yang masuk dalam supervisi KPK di Kejati Sulsel sejak 2018. KPK juga akan memfasilitasi kehadiran ahli untuk mendorong penanganan perkara agar dapat didalami lebih lanjut serta memantau proses persidangan yang akan dilakukan kelak.
Baca: Isu Calon Menteri Setor Rp500 M, KPK Minta Rakyat Kawal Kabinet Indonesia Maju
"KPK menilai hal ini penting untuk dilakukan mengingat perolehan dan penguasaan aset secara tidak sah oleh pihak ketiga terhadap kawasan tersebut yang merupakan milik PT Pelindo mengakibatkan hilangnya hak negara. Sehingga, diduga menimbulkan kerugian negara dalam jumlah yang sangat besar," katanya.
Selain itu, imbuh Febri, KPK memandang kasus ini bisa menjadi pintu masuk bagi KPK dan aparat penegak hukum serta negara, dalam hal ini BUMN maupun pemda, untuk bersama-sama melakukan penyelamatan aset milik negara atau daerah yang dikuasai oleh pihak ketiga secara tidak sah.
"KPK menduga masih banyak aset-aset milik negara yang hilang atau dikuasai oleh pihak ketiga secara tidak sah, baik di Sulsel khususnya maupun di wilayah Indonesia lainnya," ujar Febri.
Baca: Sjamsul Nursalim Harusnya Buktikan Saja ke KPK Jika Tak Terlibat Kasus BLBI
Gelar perkara ini merupakan bagian dari kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) berkala yang dilakukan koordinasi wilayah (korwil) VIII KPK di Provinsi Sulsel pada 25-29 November 2019.
Melalui koordinasi yang terintegrasi antara fungsi pencegahan dan penindakan, KPK mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan sekaligus penegakan hukum yang efektif di daerah.