TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) sedang menggelar sidang pembacaan putusan gugatan Undang-Undang Komisi Pemberatasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi yang diajukan oleh 18 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, Kamis (28/11/2019).
Sidang dipimpin oleh Ketua MK, Anwar Usman, dan diikuti sembilan hakim lainnya.
Putusan gugatan UU KPK revisi dibacakan bersamaan dengan sembilan perkara uji materi lainnya.
UU KPK revisi yang digugat sejak September lalu oleh 18 mahasiswa yang berasal dari beberapa universitas dan kalangan sipil.
Dalam gugatannya, pemohon mempersoalkan pengesahan revisi UU KPK oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menurut pemohon, pengesahan revisi UU KPK tersebut penuh dengan kejanggalan.
Di antaranya, rapat paripurna pengesahan yang tidak memenuhi forum, dan terkesan tertutup.
Dilansir kompas.com, atas kejanggalan itu, pemohon melayangkan gugatan uji formil dan materiil.
Persidangan terkait pembatalan pengesahan UU KPK revisi ini telah digelar beberapa kali.
Pada gugatan formil, para pemohon mempersoalkan proses revisi UU KPK yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat.
Pemohon menilai, pengesahan revisi UU tersebut terkesan tertutup dan tidak memenuhi asas keterbukaan.
Diketahui, pembentukan peraturan perundang-undangan telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011.
Pada Pasal 5 dijelaskan mengenai Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik di antaranya yakni dilakukan dengan kejelasan rumusan dan keterbukaan.
Selain itu, rapat yang hanya dihadiri 80 anggota DPR tersebut juga menuai kejanggalan.
"Tidak terpenuhinya asas keterbukaan ini dapat dilihat dari keputusan revisi yang diambil tiba-tiba serta pembahasan yang dilakukan tertutup dalam waktu yang sangat terbatas," tutur kuasa pemohon, Zico Leonard, dalam gugatan permohonan, dikutip dari Kompas.com, Kamis (28/11/2019).
Sementara dalam gugatan materiil, para penggugat menyoal syarat pimpinan KPK yang diatur dalam Pasal 29 UU KPK.
Syarat tersebut yakni, calon pemimpin KPK tidak pernah melakukan perbuatan tercela, memiliki reputasi yang baik, dan melepaskan jabatan struktural atau jabatan lain selama menjadi bagian KPK.
Sebelumnya, telah terjadi aksi demo di beberapa daerah terkait penolakan terhadap pengesahan UU KPK yang telah di revisi.
Aksi demo di lakukan di beberapa daerah di Indonesia oleh para mahasiswa.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)