Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan terdakwa kasus tindak pidana pencucian uang, Tubagus Chaeri Wardana (Wawan).
"Meminta majelis hakim menolak nota keberatan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan," kata Muhammad Asri Irwan, JPU pada KPK, saat membacakan tanggapan JPU di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Selain itu, dia meminta agar majelis hakim menyatakan surat dakwaan nomor 97/TUT.01.04/24/2019 tanggal 31 Oktober 2019 telah memenuhi syarat formil dan materiil.
Baca: Bacakan Eksepsi, Penasihat Hukum Wawan Sebut Dakwaan Jaksa Hasil Copy Paste
Hal ini sebagaimana ditentukan di Pasal 143 ayat 2 huruf a dan huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan secara hukum sah untuk jadikan dasar memeriksa dan mengadili pidana atas nama terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
"Menyatakan sidang pemeriksaan saksi perkara tindak pidana korupsi nomor 99 pidsus tpk 2019 PN Jakarta Pusat dengan terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dilanjutkan berdasarkan surat dakwaan penuntut umum, Jakarta 28 November 2019 penuntut umum pada KPK," kata dia.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Komisaris Utama PT Balipasific Pragama (BPP) Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan melakukan pencucian uang dengan nilai sekitar Rp 579,776 miliar.
Baca: Sosok Artis FNJ yang Temani Wawan ‘Cek-In’ di Hotel, Berusia 19 Tahun dan Bintangi Sinetron Striping
JPU pada KPK membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (31/10/2019).
Untuk tindak pidana pencucian uang (TPPU), JPU pada KPK membagi menjadi dua dakwaan.
Dakwaan pertama, yaitu periode 2010-2019. Pada periode ini, uang yang diduga disamarkan mencapai Rp479.045.244.180 dalam mata uang rupiah dan mata uang asing.
Pada dakwaan kedua, Wawan disebut melakukan pencucian uang dalam kurun waktu 2005-2010. Pada periode ini, uang yang diduga disamarkan mencapai Rp 100.731.456.119.
Dakwaan jaksa disebut hasil copy paste
TB Sukatma, penasihat hukum terdakwa kasus dugaan tindak pidana pencucian uang, Tubagus Chaeri Wardana (Wawan), menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK tidak cermat menyusun surat dakwaan.
Menurut dia, JPU pada KPK tidak cermat menguraikan keuntungan yang didapat Wawan dan tak cermat menguraikan sangkaan tindak pidana dengan harta benda yang disita, khususnya untuk tahun 2005-2012.
Baca: Respons Erick Thohir Sikapi Kabar Ditangkapnya Seorang Pejabat BUMN Oleh Densus 88
Dia menjelaskan, dakwaan jaksa tidak secara jelas menjelaskan antara keuntungan yang didapat kliennya dengan tindak pidana yang didakwakan selama tahun 2005-2012.
Selain itu, disebutkan, terdakwa mendapat keuntungan dari 10 paket pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan pemerintah Provinsi Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten APBD TA 2012 sekitar Rp 39.470.124.426 dan 4 paket pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan pemerintah Provinsi Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten APBD-P TA 2012 Rp 10.613.349.510.
Baca: KPK Belum Jerat Tersangka Baru Sejak Berlakunya UU KPK Hasil Revisi
Kemudian, terdakwa Wawan disebutkan mendapatkan proyek pengadaan alat kesehatan pada dinas kesehatan kota Tangerang Selatan dengan mendapatkan keuntungan sekitar Rp 7.941.630.033
"Maka dakwaan telah disusun secara tidak cermat. Sehingga, kata dia, dakwaan tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Maka dakwaan batal demi hukum," ujarnya.
Dalam eksepsi, kuasa hukum juga menyebutkan uraian perbuatan di dakwaan Kedua-Pertama dan Kedua-Kedua sama atau copy paste dengan uraian dakwaan ketiga.
Padahal, kata dia, dakwaan bersifat kumulatif.
Baca: Anak Menkumham Yasonna Laoly Dua Kali Mangkir Dari Panggilan KPK
Dakwaan jaksa juga disebut tidak jelas menguraikan kejadian atas fakta kejadian suatu perbuatan materiil apa yang dilakukan oleh terdakwa.
Kemudian, dakwaan jaksa KPK juga disebut tidak lengkap karena tidak memuat semua unsur (elemen) tindak pidana yang didakwaan.
"Bahwa tidak jelasnya uraian fakta kejadian atas suatu perbuatan materiil apa yang dilakukan terdakwa sebagaimana dirumuskan di dakwaan a quo menunjukkan dakwaan a quo telah disusun secara tidak jelas, oleh karena itu Dakwaan a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, dan karenanya dakwaan batal demi hukum," tutur jaksa.
Dalam persidangan, tim penasihat hukum Wawan juga menyebut jika Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara a quo.
Dia menegaskan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini adalah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Serang.
"Mengingat sebagian besar saksi bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Serang," katanya.