News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jokowi Beri Grasi atas Pertimbangan Kemanusiaan, ICW: Seharusnya Bukan dengan Mengurangi Hukuman

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Ayu Miftakhul Husna
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Annas Maamun mendapat grasi dari Presiden Jokowi. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

TRIBUNNEWS.COM - Pemberian grasi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada terpidana korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau, Annas Maamun, menuai banyak kritik.

Jokowi menyebutkan, pemberian grasi pada mantan Gubernur Riau tak lain atas pertimbangan rasa kemanusiaan.

Presiden pun menegaskan pemberian grasi juga dilakukan dengan pertimbangan sejumlah pihak, yaitu Mahkamah Agung (MA) dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).

"(Grasi diberikan) karena dengan pertimbangan MA seperti itu, pertimbangan kedua dari Menko Polhukam juga seperti itu diberikan, dan yang ketiga memang dari sisi kemanusiaan ini kan umurnya sudah udzur dan sudah sakit-sakitan terus," terang Jokowi, seperti yang diberitakan Kompas TV, Rabu (27/11/2019).

Melansir dari tayangan 'Sapa Indonesia Malam' yang diunggah di kanal Youtube Kompas TV, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhan menanggapi pernyataan Jokowi terkait alasannya memberikan grasi.

Menurutnya, pemberian grasi dengan pertimbangan kemanusiaan tidak dapat diukur secara pasti.

Kurnia menuturkan, jika masalah kesehatan yang dijadikan tolok ukur pemberian grasi pada Annas Maamun, seharusnya bukan pengurangan hukuman yang diberikan.

"Seandainya sakit-sakitan, yang harus dilakukan negara adalah menyediakan fasilitas kesehatan yang mumpuni agar yang bersangkutan bisa pulih kembali."

"Bukan dengan mengurangi hukuman," terangnya.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhan menanggapi alasan Jokowi memberikan grasi pada Annas Maamun.

Kurnia menambahkan, pengurangan masa hukuman selama satu tahun tidak menjamin kesehatan Annas Maamun akan pulih.

"Apakah dengan dikurangi hukuman satu tahun, orang itu langsung sehat?" ujarnya.

Peneliti ICW itu pun menganggap wajar bila masyarakat merasa kecewa dan mengecam pemberian grasi pada terpidana kasus korupsi tersebut.

"Pada dasarnya kita pasti kecewa dan sebenarnya tidak salah rasanya jika masyarakat mengecam," kata Kurnia.

Menurutnya, pemberian grasi kali ini justru membuat komitmen presiden untuk memberantas korupsi kembali dipertanyakan.

"Ini (pemberian grasi) sebenarnya menunjukkan bahwa lagi-lagi komitmen presiden pada pemberantasan korupsi dipertanyakan oleh publik," kata Kurnia.

Jokowi Tanggapi Kritik Soal Pemberian Grasi pada Annas Maamun

Presiden Jokowi memberi grasi pada terpidana korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau, Annas Maamun. (Via Tribunnews) ((Via Tribunnews))

Presiden pun menanggapi banyaknya kritikan terkait keputusannya memberikan grasi pada Annas Maamun.

Menurutnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam pemberian grasi tersebut karena pemberian grasi masih dilakukan dalam tahap wajar.

"Kalau setiap hari kita keluarkan grasi untuk koruptor, setiap hari atau setiap bulan, itu baru silakan dikomentari," tegas Jokowi, seperti yang diberitakan di Kompas TV.

Jokowi juga menyebutkan bahwa selama ini banyak permohonan grasi yang diterimanya.

Namun ia menegaskan, tidak semua grasi dapat dikabulkan.

"Tidak semua (grasi) yang diajukan pada saya dikabulkan."

"Coba dicek, berapa ratus yang mengajukan dalam satu tahun, yang dikabulkan berapa, dicek betul," kata Jokowi.

Sementara itu, Jokowi juga menjelaskan, grasi yang diberikan sudah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Menurutnya, grasi telah menjadi hak presiden yang diberikan atas pertimbangan MA.

"Kita harus tau semuanya, dalam ketatanegaraan kita, grasi itu adalah hak yang diberikan pada presiden atas pertimbangan dari MA."

"Itu jelas sekali dalam Undang-Undang Dasar kita," ujar Jokowi.

Jokowi Beri Grasi pada Terpidana Korupsi, KPK Mengaku Kaget

Sebelumnya, dikutip Tribunnews.com dari Kompas TV, Juru bicara KPK, Febri Diansyah menyebut pihaknya kaget dengan informasi yang diterima, namun secara kelembagaan KPK akan tetep menghargai keputusan presiden.

"Kami cukup kaget tetapi bagaimana pun juga secara kelembagaan KPK menghargai kewenangan presiden," ungkap Febri, seperti yang ditayangkan Kompas TV, Selasa (26/11/2019).

Juru Bicara KPK itu berharap pemberian grasi tak berdampak pada kasus suap alih fungsi lahan hutan yang hingga kini masih ditangani KPK.

Pasalnya, menurut Febri, Annas Maamun diproses untuk tiga perkara.

Dua perkara di antaranya yaitu terkait dengan korupsi di sektor kehutanan.

"Kami cukup kaget mendengar informasi tersebut karena saudara Annas Maamun ini diproses untuk sejumlah perkara." 

"Untuk perkara itu saja ada tiga dakwaan kumulatif yang diajukan, dua di antaranya terkait dengan korupsi di sektor kehutanan," jelasnya. 

Febri menyebutkan, kasus Annas Maamun merupakan kasus korupsi yang berada di dua sektor sekaligus.

"Pertama kasus suap itu sendiri, kedua sektor kehutanan," terangnya.

Menurut Febri, resiko dan kerugian dari tindak pidana korupsi di sektor kehutananan ini tidak sekadar berpengaruh pada kerugian negara maupun pihak-pihak tertentu saja.

Tindak pidana korupsi di sektor kehutanan juga merugikan lingkungan.

Febri Diansyah (Tribunnews/Ilham)

"Kalau kita mempelajari banyak kasus korupsi di sektor kehutanan, sebenarnya resiko dan kerugiannya bukan sekadar pada kerugian negara, pihak-pihak tertentu, tapi ada resiko kerugian terhadap lingkungan itu sendiri," jelas Febri.

Karena itu, Febri mengaku pihaknya merasa kaget dengan adanya grasi tersebut.

Dilansir dari Kompas TV, mantan Gubernur Riau Annas Maamun, terjerat kasus korupsi alih fungsi lahan di provinsi Riau senilai 5 miliar rupiah.

Annas Maamun divonis hukuman enam tahun penjara dan didenda Rp 200 juta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada tahun 2015.

Dirinya sempat mengajukan banding di Mahkamah Agung (MA) namun ditolak.

Hukumannya, yang semula enam tahun, diperberat menjadi tujuh tahun.

Dengan adanya grasi, Anas Maamun akan menghirup udara bebas pada Oktober 2020.

Pemberian Grasi Dinilai Tak Ada Manfaatnya

Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko menyebutkan, pemberian grasi oleh Presiden Jokowi pada Annas Maamun tak ada manfaatnya.

"Memberikan grasi kepada terpidana korupsi itu tidak memberikan manfaat apa pun kepada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Dadang saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/11/2019).

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Dadang Trisasongko (Tribunnews.com/Amriyono)

Menurutnya, pemberian grasi kepada terpidana korupsi justru akan melemahkan semangat pemberantasan korupsi di Indonesia.

Namun, Dadang mengakui bahwa grasi tetap merupakan kewenangan presiden.

"Menurut saya, pemberian grasi kepada terpidana itu memang hak presiden yang konstitusional," ucapnya. 

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini