Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM menyebut sebagian besar publik menginginkan kasus pelangggaran HAM berat masa lalu diselesaikan secara yudisial melalui pengadilan.
Komnas HAM mengungkapkan hanya sedikit publik yang menginginkan penyelesaian kasus pelangggaran HAM berat masa lalu diselesaikan melalui non yudisial termasuk lewat Komisi Kebenaran dan Rekonsilasi atau KKR.
Hal itu disampaikan Komisioner Komnas HAM Bidang Pengkajian dan Penelitian Mohammad Choirul Anam di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2019).
Baca: Survei Komnas HAM: 70,9 Persen Publik Ingin Jokowi Tegas Tuntaskan Kasus HAM Berat Masa Lalu
Anam mengatakan berdasar hasil survei yang dilakukan Komnas HAM bekerjasama dengan Litbang Kompas diketahui sebanyak 62,1 persen responden menginginkan penyelesaian kasus pelangggaran HAM berat masa lalu melalui mekanisme pengadilan nasional.
Kemudian, 37,2 persen lainnya menginginkan diselesaikan lewat pengadilan internasional.
"Hampir 99,5 persenmelalui pengadilan. 62,1 persen melalui pengadilan nasional, 37,2 persen melalui pengadilan internasional, 0,5 persen cara yang lain. Cara yang lain adalah KKR, rekonsiliasi," kata Anam.
Baca: Survei Komnas HAM: Publik Tak Yakin Jokowi - Maruf Amin Bisa Selesaikan Kasus HAM Masa Lalu
Anam pun mengungkapkan berdasar hasil survei diketahui bahwasanya sebanyak 82,2 persen 82,2 persen responden menginginkan Jokowi-Maruf Amin segera menuntaskan kasus HAM berat masa lalu.
Kemudian, sebanyak 70,9 persen responden menginginkan agar penuntasan kasus pelangggaran HAM berat masa lalu dilakukan dengan cepat dan tegas.
"Publik berharap pemerintah sesegera mungkin menyelesaikan kasus-kasus HAM masa lalu dan bersikap tegas," ungkapnya.
Baca: Bertepatan Hari Antikorupsi dan Hari HAM, Polri Diminta Ungkap Kasus Novel Baswedan
Untuk diketahui survei terkait harapan publik terhadap penyelesaian pelangggaran HAM masa lalu di era Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin selesai dirampungkan Komnas HAM dan Litbang sejak 15 November 2019.
Metodologi penelitian yang digunakan yakni kualitatif survei dan wawancara tatap muka.
Dalam rilis survei tersebut Komnas HAM bersama Litbang Kompas mengangkat 5 kasus HAM berat masa lalu; yakni Peristiwa 1965, Penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985, Penculikan Aktivis 1997-1998, Penembakan Trisakti-Semanggi 1998, dan Kerusuhan 1998.
Adapun, responden yang dilibatkan dalam penelitian tersebut yakni sebanyak 1.200 responden yang tersebar di 34 provinsi dengan sampling error kurang dan lebih 2,8 persen.
Responden tersebut merupakan laki-laki dan perempuan dengan proporsi 50:50 dan usia 17 sampai 65 tahun.