TRIBUNNEWS.COM - Politisi yang pernah menjabat Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon kembali menanggapi polemik perpanjangan izin FPI yang tengah diperbincangkan publik.
Polemik tersebut menyangkut soal Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari ormas Front Pembela Islam (FPI).
Menurut Fadli Zon, tidak ada alasan sama sekali untuk tidak memperpanjang SKT kepada FPI.
"Apalagi selama ini tidak pernah ada masalah. Selama FPI berdiri yakni selama 18 tahun tidak ada masalah. Kok baru pada rezim ini dipersoalkan?," tutur Fadli Zon di acara Indonesia Lawyer Club, Selasa (3/12/2019).
Menurutnya, apabila ada masalah tentu sejak tahun pertama FPI berdiri sudah dipersoalkan.
"Kan itu namanya sudah terpapar Islamophobia. Dan menurut saya Islamophobia itu berbahaya," tegasnya.
Ia juga menghimbau untuk tidak terpapar Islamophobia karena hal tersebut mengancam persatuan nasional.
Lalu, Politisi Partai Gerindra tersebut kembali menegaskan Islamophobia lebih berbahaya daripada radikalisme atau terorisme yang digadang-gadang.
"Saya sangat meyakini bahwa umat beragama pada dasarnya adalah umat moderat. Tidak pernah terjadi sengketa pertarungan yang luar biasa. Justru yang terjadi adalah toleransi," ungkapnya.
Baca : Soal Perpanjangan Izin FPI, Fadli Zon: Saya Yakin FPI itu Setia Kepada Bangsa dan Negara
Fadli Zon Sebut FPI Setia Kepada Bangsa dan Negara
Politisi tersebut menuturkan ia yakin FPI setia kepada bangsa dan negara, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945.
"Tadi sudah dijelaskan, tidak ada lagi kewajiban untuk mencantumkan azas itu berdasarkan hukum. Jadi sunnah saja," tutur Fadli Zon.
Soal SKT FPI, Fadli Zon menambahkan tidak ada kewajiban untuk mencantumkan azas tersebut berdasarkan hukum.
"Jadi tidak ada kewajiban. Sunnah saja. Kalau wajib, berarti kita kembali ke azas tunggal di tahun 1980," katanya.
Baca : Mahfud MD Sebutkan Syarat FPI Dapatkan SKT: Jangan Nyalah-nyalahin Pemerintah, Ikuti Prosedurnya
Ia kemudian menerangkan, sewaktu azas tunggal diberlakukan di 1980, banyak organisasi masyarakat yang terbelah dan menolak azas tunggal tersebut.
"Tidak ada lagi azas tunggal, sehingga partai politikpun bisa berazaskan keagamaan. Sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945, dan pancasila," jelasnya.
Fadli Zon kembali menegaskan apabila ada pihak yang berusaha mempertentangkan antara Pancasila dengan Islam, pihak tersebut harus diperiksa.
"Jangan-jangan dia mau mengadu domba antara Islam dengan Pancasila?," ungkap Fadli Zon.
Ia lantas menambahkan cara berpikir demikian berbahaya dan tidak perlu diperpanjang lagi.
Baca : Fadli Zon Tanggapi Soal SKT FPI: Ini Bukan Persoalan Yuridis, Ini Persoalan Politik
FPI Bukan Persoalan Yuridis
Menurut Fadli Zon polemik SKT FPI bukanlah persoalan yuridis
"Ini persoalan politik dan tafsir dari para pengambil keputusan atau yang sedang berkuasa terhadap ormas," tuturnya.
Dalam acara yang dipandu oleh Karni Ilyas tersebut, Mantan Wakil Ketua DPR tersebut menambahkan persoalan politik tersebut tidak bisa dilepaskan dari situasi politik karena ormas FPI kebetulan bertentangan atau berbeda pendapat dengan pemerintah.
"Sikap politik berbeda beberapa tahun belakangan ini. Sebelumnya selalu mendukung pemerintah," jelasnya.
Fadli Zon kembali menambahkan, ia yakin FPI setia terhadap bangsa dan negara, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945.
"Tadi sudah dijelaskan, tidak ada lagi kewajiban untuk mencantumkan azas itu berdasarkan hukum. Jadi sunnah saja," tutur Fadli Zon.
Baca : Bamsoet Mundur dari Pencalonan Ketua Umum Partai Golkar: Saya Harus Ambil Keputusan Pahit Ini
Menteri Polhukam Angkat Bicara
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam), Mahfud MD angkat bicara mengenai polemik ini, dalam program Indonesia Lawyers Club, Selasa (3/12/2019).
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Mahfud MD menyatakan, persoalan SKT FPI adalah terletak pada AD/ART yang belum bisa disetujui pemerintah.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengungkapkan, dirinya telah memanggil Mendagri Tito Karnavian dan Menteri Agama Fachrul Razi pada Rabu (27/11/2019) untuk membahas SKT FPI.
"Saya undang dua-duanya pada hari Rabu yang lalu di kantor saya. Kemudian bersepakat, masalah yang melekat FPI itu adalah AD/ART."
"Oleh sebab itu, tidak bisa isi AD/ART diganti dengan surat pernyataan bermaterai," ujarnya.
Baca : Profil Rifda Irfanaluthfi Atlet Senam Lantai Peroleh Emas, Pernah Gagal Naik Podium Asian Games 2018
Mahfud MD juga memaparkan perbedaan mendasar dari surat pernyataan dengan AD/ART.
"Surat pernyataan tidak diumumkan ke publik. Yang diumumkan ke dalam berita negara adalah AD/ART yang dibuat oleh notaris."
"Dan itu masih menimbulkan masalah, sehingga disepakati kembalilah ke Menteri Agama supaya diklarifikasi."
"Ini masalahnya pada AD/ART, bukan surat pernyataan," ujarnya.
SKT FPI Ditolak
Mahfud MD menyebutkan, SKT FPI ditolak karena belum terpenuhinya persyaratan yang telah ditetapkan.
"Sebenarnya kita tidak mau ribut, diam-diam kami umumkan soal SKT FPI masih akan dipelajari lebih lanjut, itu bahasa halusnya. Artinya kan ditolak, karena syaratnya belum terpenuhi," ucapnya.
Mahfud MD menyebut pembahasan surat keterangan juga muncul saat Mendagri Tito rapat bersama Komisi II DPR, Kamis (28/11/2019).
"Tapi kenapa isu surat keterangan di atas materai itu muncul, karena hari Kamis, Pak Tito dicecar pertanyaan bersama DPR Komisi II."
"Dijelaskan oleh Pak Tito, itu karena hanya membuat surat pernyataan di atas materai. Sementara visi dan misi bagi pemerintah bermasalah," ujarnya.
Baca : Guntur Romli Sebut Izin Perpanjangan Bisa Menyebabkan FPI Dibubarkan: Kecuali Ingin Mengubah AD/ART
Minta untuk Tidak Selalu Menyalahkan Pemerintah
Mahfud MD meminta pihak FPI untuk tidak selalu menyalahkan pemerintah.
"Jangan nyalah-nyalahin pemerintah terus dong, itu prosedurnya. Pak Tito harus menjawab di depan DPR."
"Meskipun kita bersepakat tidak usah ramai-ramai, panggil dulu FPI," ucapnya.
Syarat SKT
Dalam kesempatan tersebut, Mahfud MD juga menyebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi FPI untuk mendapat SKT.
"Syarat SKT itu ya, saya bacakan, akta notaris yang memuat AD/ART, kemudian memuat program kerja, lalu susunan pengurus, pernyataan kesediaan menjadi pengurus."
"Kemudian simbol-simbol tidak boleh melanggar hak cipta, ada NPWP, dan ada rekomendasi minat," ucapnya.
Rekomendasi minat dijelaskan Mahfud MD dibutuhkan FPI dari Menag.
"Rekomendasi Menteri Agama untuk ormas tidak berbadan hukum yang bergerak di bidang keagamaan. Jadi syarat dari Menag hanyalah satu dari sekian banyak syarat. Yang lain kan diperiksa satu per satu" ungkapnya.
Baca : Sujiwo Tejo Tanggapi Masa Jabatan Presiden Ditambah: Politisi Bisa Ngomong Kontra, Sejatinya Pro
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Wahyu Gilang Putranto)