News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perpanjangan Izin FPI

Soal Ajakan Berdialog dengan FPI, Haikal Hassan: Ini yang Kami Tunggu

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Haikal Hassan

TRIBUNNEWS.COM - Juru Bicara Persaudaraan Alumni (PA) 212, Haikal Hassan menyambut baik kabar ajakan Megawati Soekarnoputri untuk berdialog.

Dialog ini terkait polemik Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI) yang dinilai masih bermasalah di bagian Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

Satu poin di antaranya adalah adanya poin penerapan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah Islamiah.

Hal itu yang membuat SKT FPI tidak mendapat persetujuan dari pemerintah.

"Ini yang kami tunggu, baru kali ini ada ajakan yang sangat positif seperti ini, selama ini tidak ada dialog," ujarnya dalam program Rosi Kompas TV, Kamis (5/12/2019).

Haikal Hassan (Instagram/Wartakota)

Ia juga mengungkit persoalan pembubaran HTI beberapa waktu lalu.

"Bahkan ketika HTI dibubarkan, apakah ada dialog soal itu, apakah ada pertanyaan, pertemuan, dan sebagainya."

"Dan sekarang kita diajak berdialog terlebih dahulu. Ini yang kita suka dan sambut positif. Kita diskusi secara baik-baik, ilmiah, kenapa menjadi ramai padahal ini sudah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu," ujarnya.

Haikal Hassan menyebut jika dialog tersebut terjadi dan dirinya menjadi bagian di dalamnya, ia akan menyampaikan khilafah yang dimaksud FPI.

"Yang ingin kita sampaikan adalah khilafah itu bagian dari ajaran Islam," ujarnya.

Haikal Hassan menyebut FPI tidak menginginkan mendirikan negara baru.

"Dan kita ingin sampaikan keinginan kita bukan mendirikan negara baru, bukan mengubah pancasila, bukan mengubah UUD 1945, khilafah tidak ada urusannya dengan perubahan itu semua," ujarnya.

Haikal Hassan juga menegaskan Pancasila dan UUD 1945 adalah harga mati dalam kegiatan bernegara.

"Dalam hidup bernegara kita sudah bersepakat tidak ada, saat ini, yang lebih baik dari Pancasila dan UUD 1945 dalam mempersatukan negara," ujarnya.

Pendapat Guntur Romli

Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Guntur Romli menyampaikan pendapatnya terkait polemik Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI).

Ia menyebut ada perubahan di FPI.

Menurut Guntur Romli, FPI dalam perjalanannya semakin mengarah kepada cita-cita penerapan khilafah.

Hal itu disampaikan dalam program Rosi Kompas TV, Kamis (5/12/2019) malam.

"Karena yang saya lihat ada perubahan di FPI. Zaman dulu saya baca AD/ART tahun 98 sampai tahun 2000-an, mencantumkan Pancasila dan UUD 1945."

"Tiba-tiba tahun 2013 semakin mengeras, semakin mengarah kepada cita-cita khilafah," ungkapnya.

Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli. (Chaerul Umam/Tribunnews.com)

Ia juga berujar di FPI telah terjadi radikalisasi.

"Ada proses radikalisasi di FPI," ungkapnya.

Selain itu, ia juga menyebut Gus Dur memiliki keinginan membubarkan FPI.

"Saya selalu ingat keinginan Gus Dur adalah membubarkan HTI dan FPI, itu yang selalu terngiang di telinga saya," uajrnya.

Guntur Romli juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi.

Diketahui, Fachrul Razi telah memberi surat rekomendasi untuk FPI sebagai prosedur perpanjangan SKT.

"Padahal pada AD/ART FPI pasal 6 (ada) penerapan syariah Islam secara kafah dalam naungan khilafah islamiah," ujarnya.

Khilafah Versi FPI

Diketahui, keputusan SKT FPI hingga kini masih menggantung.

Sementara itu, wewenang persetujuan SKT FPI ada di tangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

Ketua Bantuan Hukum FPI, Sugito Atmo Pawiro, menjawab pernyataan Guntur Romli.

Ia mengungkapkan khilafah yang dimaksud FPI bukanlah merubah dasar negara.

"Yang saya ketahui dari FPI, (khilafah) itu hanya seperti Uni Eropa, jadi tidak ada pembatasan paspor, pertahanan bersama, kerja sama ekonomi, dan mata uang bersama."

"Jangan sampai terminologi khilafah Islamiah menjadi sesuatu yang menakutkan," ucapnya.

Pendapat GNPF

Sementara itu, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, Bachtiar Nasir juga menyebut Tito Karnavian salah memahami visi dan misi FPI.

Hal tersebut terkait belum ada titik terang terkait SKT FPI.

Melansir Kompas.com, Bachtiar Nasir menyebut Tito salah kaprah soal visi dan misi FPI terkait penerapan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah Islamiah dan munculnya kata NKRI bersyariah.

“Itu juga barangkali bentuk kesalahpahaman. Menurut saya, tuduhan terhadap FPI itu tidak proporsional tentang adanya khilafah,” ujar Bachtiar di Kawasan Monas usai Reuni Akbar 212, Senin (2/12/2019).

Mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), Bachtiar Nasir (Tribunnews.com)

Ia mengatakan, khilafah dan NKRI versi FPI berbeda dengan apa yang dinilai oleh Tito selama ini.

Ditegaskannya, FPI berkomitmen pada NKRI dan Pancasila sehingga tidak ada kemungkinan FPI mengkhianati komitmen tersebut.

“Itu juga barangkali bentuk kesalahpahaman. Kalau menurut saya, tuduhan terhadap FPI itu tidak proporsional tentang adanya khilafah."

"Khilafah versi FPI tentu berbeda. Termasuk NKRI Syariah yang disalahpahami,“ ucap Bachtiar.

Bachtiar berharap dialog dengan FPI dilakukan agar FPI secara jelas bisa meluruskan pandangannya.

“Saya harap pemerintah bisa berdialog langsung dengan pihak FPI."

"Saya kira dengan dialog langsung, mendengarkan langsung apa yang disebut khilafah oleh FPI, apa NKRI bersyariah dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya, saya kira tak akan ditemukan apa yang dituduhkan. Sebab komitmen FPI terhadap NKRI dan Pancasila sudah jelas,” kata Bachtiar.

(Tribunnews.com/Wahyu Gilang Putranto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini