Investigasi yang dilakukan WRC menemukan bahwa perusahaan telah menggunakan paksaan dan pernyataan palsu untuk memanipulasi para pekerja agar mereka mengundurkan diri dari perusahaan sebelum penutupan.
Hal ini dilakukan perusahaan untuk menyangkal kewajiban hukum mereka untuk membayarkan sesuai ketentuan perundang-undangan Indonesia.
Faktanya perusahaan baru ditutup pada 12 Oktober 2018, atau 4 bulan setelah pemberitahuan resmi perusahaan kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat.
Padahal dalam kurun 4 bulan tersebut Nike masih menempatkan pesanan dan baru menghentikan pesanan kepada Kahoindah Bekasi setelah pabrik secara fisik berhenti operasi di tanggal 12 Oktober 2018.
Dari hasil temuannya, WRC melakukan sejumlah pertemuan termasuk dengan pemilik Hojeon Ltd sebagai induk perusahaan Kahoindah Bekasi.
Tiga pemilik merek besar Fanatics, Gap, dan UnderArmour menanggapi serius temuan WRC dan memimpin desakan agar Hojeon memenuhi kewajiban hukumnya di Indonesia secara menyeluruh terhadap para pekerja.
Ketiga perusahaan tersebut merupakan pelanggan utama Hojeon Ltd. Atas desakan dan sinyal kerja positif dari ketiganya, Hojeon berkomitmen akan membayarkan kewajibannya sebesar US$ 4,5 juta kepada dua ribu pekerja Kahoindah Bekasai.
Nilai tersebut rata-rata merupakan upah tujuh bulan masing-masing pekerja yang tidak dibayarkan sebelumnya oleh Kahoindah Bekasi. Pembayaran dana ini selesai pada tanggal 29 November, sebagaimana diverifikasi oleh WRC.
“Bagi banyak pekerja Kahoindah, pesangon yang mereka terima ini lebih setimpal kerja mereka menjahit pakaian untuk merek-merek besar selama satu dekade atau lebih. Apa yang mereka terima ini sangat penting bagi mereka dan keluarga," kata Jessica Champagne.
Hukum Indonesia mewajibkan perusahaan membayar pesangon dan kompensasi yang lebih signifikan bagi pekerja jika pekerja diberhentikan oleh perusahaan karena perusahaan menghentikan operasi ketimbang pekerja mengundurkan diri.
Kewajiban pesangon sebagaimana ketentuan UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 berlipat dua ketika, seperti dalam kasus ini, penghentian operasi bukan merupakan akibat dari kebangkrutan.
Peraturan yang sama juga berlaku apa bila pekerja di PHK karena “perubahan status bisnis” perusahaan, termasuk di antaranya penggabungan (merger) atau peleburan (fusi) dan relokasi.
Satu-satunya pengecualian terhadap kewajiban majikan untuk membayar pesangon dua kali adalah jika perusahaan terlebih dahulu menawarkan kepada pekerja kesempatan untuk melanjutkan pekerjaan dengan hak-hak ketenagakerjaan yang sama di lokasi, dan atau bisnis baru namun pekerja menolak penawaran.
Dalam keadaan yang demikian, pekerja kehilangan hak untuk menerima pesangon dua kali dan hanya dapat menerima pesangon satu kali berikut dengan kompensasi terkait.