TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Fraksi Golkar MPR RI Idris Laena mengapresiasi sikap Presiden Jokowi yang menolak adanya amandemen UUD 1945 dan perubahan masa jabatan presiden.
Idris mengatakan fraksi Golkar MPR RI dan secara terbuka juga disampaikan oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto pada Acara Penutupan Munas Golkar 2019 tidak akan utak-atik UUD Negara 1945.
Idris menilai Jokowi sedang seirama dengan Golkar bahwa mengamandemen UUD Negara 1945, bukan perkara yang mudah karena menyangkut Konstitusi Negara.
Baca: Mundur Sebagai Kandidat Ketum Golkar, Ini Kata Bamsoet di Depan Pendukungnya
"Jika berubah satu pasal saja, akan mempengaruhi seluruh produk peraturan perundangan di bawahnya, dan sudah barang tentu juga mempengaruhi kebijakan pemerintah," kata Idris kepada wartawan di Jakarta, Minggu (8/12/2019).
Baca: Gibran Ayah Jan Ethes Minum Es Teh Pakai Plastik dan Sedotan, Susi Pudjiastuti: Aduh, Sampah Lagi!
Fundamentalnya urusan amandemen, kata Idris, menjadi sebab ditetapkannya syarat-syarat yang tak mudah sebagaimana tertuang dalam ayat 1 pasal 37 UUD 1945.
"Bahwa usul perubahan Pasal-Pasal UUD dapat diagendakan dalam Sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR," ujar Idris.
Dan ayat 3 pasal yang sama mengatur, bahwa untuk mengubah pasal-pasal UUD 1945, sidang MPR harus dihadiri oleh sekurang-Kurangnya 2/3 atau 470 orang dari jumlah anggota MPR yang ada.
"Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD 1945, pada Ayat 4 diamanatkan, mesti dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen ditambah satu anggota dari seluruh Anggota MPR," katanya.
Karenanya, Idris mengapresiasi Presiden Jokowi yang sedari dini menolak wacana amandemen.
Idris juga menyinggung soal konstitusi Amerika Serikat (AS) yang sudah diamandemen sebanyak 27 kali.
Riwayat itu, kerap menjadi dalil kalangan pro amandemen UUD 1945.
Kata Idris, perlu dipahami bahwa sistem federasi yang berlaku di Amerika sudah pasti berbeda dengan sistem di Indonesia.
Di Amerika, perundangan antar negara bagian kerap berbeda satu sama lain.
"Itu contoh kecil saja sebagai dampak dari amandemen ke 10 Konstitusi USA yang menyatakan bahwa kekuasaan yang tidak secara spesifik ditujukan kepada Pemerintah Pusat. Sehingga setiap tahun negara bagian mengeluarkan undang-Undang," kata Idris.
Karena itu, lanjut Idris, dalam pandangan Partai Golkar, tidak ada urgensinya melakukan Amandemen UUD 1945.
"Dan jika hanya terkait soal isu Pokok-Pokok Haluan Negara, maka dapat dibuat dalam bentuk Undang-Undang," pungkasnya.