TRIBUNNEWS.COM - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz mengatakan saat ini Indonesia dan negara lain mempunyai masalah yang sama mengenai adanya dinasti politik.
Selain itu, adanya jabatan yang dikelola oleh orang tertentu menyebabkan ketidakpercayaan demokrasi dari masyarakat.
Diketahui keluarga Jokowi yaitu Gibran dan Bobby menjadi Bakal Calon Wali Kota dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
Pencalonan keduanya yang sama-sama dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu diterpa isu dinasti politik dan nepotisme.
Donal Fariz menyebut saat ini partai politik di Indonesia juga mengalami permasalahan yang sama.
"Seluruh partai mempunyai problem yang sama, banyak negara juga mempunyai problem yang sama, pembentukan dinasti politik," ujar Donal Fariz di Studio Menara Kompas Minggu (8/12/2019), dikutip dari YouTube Kompas TV.
Permasalahan yang sama dari partai politik dan negara lain tersebut memunculkan ketidakpercayaan demokrasi oleh publik.
"Sehingga publik hari ini muncul gelombang fenomena distrust terhadap demokrasi," jelasnya.
20 Latihan Soal IPAS Kelas 4 SD BAB 4 Kurikulum Merdeka serta Kunci Jawaban, Perubahan Bentuk Energi
Latihan Soal & Kunci Jawaban Informatika Kelas 10 SMA/MA Materi Informatika dan Keterampilan Generik
Menurutnya, ketidakpercayaan tersebut akibat hanya orang tertentu yang mengelola jabatan.
"Distrust itu karena demokrasinya dikelola oleh segelintir orang," lanjutnya.
Donal Fariz berujar pernah mendengar dari orang terdekat Jokowi yang bangga dengan periode pertama kepemimpinan Jokowi.
Ia mengungkapkan, kebanggaan tersebut karena keluarga Jokowi tidak menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara ataupun Daerah, untuk kepentingan mereka.
"Saya sering mendengar orang-orang innercircle Jokowi sangat bangga, karena periode pertama Jokowi seluruh akses ekonomi dalam artian APBN, APBD, ditutup kepada anak dan keluarganya," ungkapnya.
"Anaknya mengambil jarak antara proyek pemerintah," lanjut Donal Fariz.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Pipin Sopian mengatakan majunya keluarga Presiden Jokowi dalam pencalonan wali kota bisa melemahkan kader partai.
Selain itu menurut Pipin, majunya Gibran dan Bobby dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dikhawatirkan terjadi potensi penyalahgunaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk proses pemenangan.
"Saya kira dinasti politik berawal dari nepotisme," ujar Pipin Sopian.
"Ini sebetulnya sudah terjadi di berbagai daerah sebelum munculnya Bobby dan Gibran," jelas Pipin.
Sehingga menurutnya, jika memang pencalonan tersebut adalah dinasti politik, maka akan merusak sistem demokrasi partai politik.
"Kalau dinasti politik terjadi, akan merusak sistem demokrasi di partai politik," katanya.
"Ini tentu akan melemahkan kader-kader partai yang selama ini sudah membangun kariernya di partai, memberikan pengabdian," jelas Pipin.
Pencalonan Gibran dan Bobby bisa melemahkan kader partai, karena menurutnya keduanya mempunyai kedekatan dengan Jokowi.
"kemudian dia tiba-tiba masuk karena mempunyai kedekatan dengan presiden," ungkapnya.
Pipin menyebut majunya Gibran dan Bobby tersebut dikhawatirkan ada potensi menggunakan APBN.
"Ini yang harus dipahami, ketika seseorang katakanlah anaknya Pak Jokowi, Gibran maju, maka yang dikhawatirkan potensi penyalahgunaan APBN dalam proses pemenangan," katanya.
"Saya kira ini perlu kehati-hatian, kalau misalnya Pak Jokowi selama ini orangnya menjaga etik, maka saya kira kehati-hatian memberikan pengaruh yang baik," lanjutnya.
Politisi PKS ini mengatakan Gibran dan Bobby mempunyai hak untuk maju sebagai bakal calon wali kota di Pilkada 2020 nanti.
Asalkan menurut Pipin, keduanya memang memiliki integritas, kapasitas dan pengalaman untuk maju ke dunia politik.
"Saya setuju kalau ini memang hak, setiap orang boleh dipilih masuk dalam pencalonan," katanya.
"Tapi kalau dia punya integritas, kapasitas, punya pengalaman, kemudian dia tidak menghalalkan segala cara dalam setiap konstetasi itu, saya kira silakan," jelas Pipin.
Sementara itu, Politisi PDI-P Deddy Sitorus membantah majunya Gibran dan Bobby sebagai dinasti politik.
Deddy Sitorus mengatakan, PDI-P bukanlah milik Jokowi, sehingga menurutnya Jokowi tidak bisa membangun dinasti politik.
"Tidaklah, kan PDI Perjuangan bukan kerajaannya Pak Jokowi bagaimana dia bisa membangun dinasti," ujar Deddy Sitorus.
Deddy mengatakan keinginan pencalonan Gibran dan Bobby tersebut bukan dari Presiden Jokowi.
Melainkan dari pihak Gibran dan Bobby sendiri yang ingin maju dalam dunia politik.
"Keinginan mencalonkan itu kan bukan dari Pak jokowi, tapi menantu dan anaknya, yang kata beliau (Jokowi) sudah punya feeling politik," jelas Deddy.
Sehingga politisi PDI-P ini menilai langkah dari Gibran dan Bobby itu diperbolehkan.
"Itu sah-sah saja kalau menurut saya," katanya.
Deddy mengatakan tidak tepat menyebut pencalonan keluarga Jokowi itu sebagai dinasti politik.
Menurutnya, demokrasi Indonesia saat ini berbeda dengan zaman order baru.
"Kita harus membedakan demokrasi sekarang dengan demokrasi orde baru," ujarnya.
Deddy menyampaikan, untuk mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah ada mekanisme dari partai yang harus dilalui.
"Demokrasi sekarang ada mekanisme koreksinya," ungkap Deddy.
"Jadi katakanlah anaknya, menantunya mencalonkan diri, hanya partai politik yang melakukan koreksi," lanjutnya.
Selain itu, untuk menang menjadi kepala daerah, menurutnya harus melalui pemilihan secara langsung oleh rakyat.
"Ada pemilihan langsung yang melakukan koreksi," kata Deddy.
"Jadi beliau tidak serta merta meletakkan pada jabatan-jabatan," jelasnya.
Ditanya mengenai keuntungan yang diterima sebagai anak dan menantu Jokowi dalam pencalonan wali kota, Deddy berujar Gibran dan Bobby harus menggunakan keuntungannya itu sebagai modal.
"Keuntungan ya harus, dong, kita sebagai politisi harus menggunakan semua modalnya untuk dikapitalisasi untuk kepentingan politik," ungkapnya.
Modal yang dimiliki oleh Gibran dan Bobby itu, menurut Deddy Sitorus adalah hal yang wajar.
"Itu sah-sah saja secara etika, secara legal, tidak ada yang dilanggar di situ," jelas Deddy.
(Tribunnews.com/Nuryanti)