TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan perindustrian dan perdagangan Indonesia ke depan akan fokus menjaga pertumbuhan ekonomi untuk menekan defisit transaksi berjalan, serta memperbesar surplus neraca perdagangan.
"Kita harus konsentrasi pada langkah-langkah terobosan untuk pengurangan angka impor," ujar Presiden Joko Widodo (Jokowi) di kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor sejumlah bahan baku pendukung industri berkontribusi besar bagi persoalan defisit.
Tercatat, impor bahan baku pendukung industri diketahui mencapai 74,06 persen dari total impor di Januari hingga Oktober 2019.
Baca: Jokowi Sebut Ada Temuan Baru Kasus Novel Baswedan yang Merujuk Kesimpulan, Pelaku Diumumkan Segera
Baca: Dianggap Tanggal Baik, Besok Gibran Daftar Bakal Calon Pilwalkot Solo 2020
Sementara impor barang modal berada pada angka 16,65 persen diikuti dengan impor barang konsumsi mencapai 9,29 persen.
"Kalau kita lihat lebih dalam lagi jenis barang bahan baku yang masih besar angka impornya antara lain adalah besi baja yang mencapai 8,6 miliar dolar AS dan industri kimia organik atau petrokimia yang 4,9 miliar dolar AS serta industri kimia dasar," kata Jokowi.
Beranjak dari data tersebut, Presiden meminta agar ruang investasi bagi industri substitusi barang impor dibuka selebar-lebarnya, seperti industri petrokimia yang dapat memenuhi kebutuhan bahan baku dalam negeri.
"Harus ada langkah-langkah quick win yang betul-betul konkret untuk mendorong tumbuhnya industri pengolahan seperti industri besi baja dan industri petrokimia. Juga tak kalah pentingnya, percepatan mandatori biodiesel B30 dalam rangka menurunkan impor BBM kita," tuturnya.
Presiden menekankan, tumbuhnya industri-industri pengolahan bahan baku pendukung tak hanya bertujuan untuk menghasilkan barang-barang substitusi impor semata, tetapi juga menciptakan lapangan kerja lebih banyak.
Adapun yang berkaitan dengan upaya peningkatan ekspor, Jokowi menargetkan penyelesaian negosiasi perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA) utamanya dengan negara-negara potensial.
"Ini Menteri Perdagangan dan Menteri Luar Negeri kalau perlu tiap hari kejar terus untuk negara-negara potensial untuk mengekspor produk-produk kita yang kita belum memiliki perjanjian kemitraan," kata Presiden.
Sejumlah langkah awal tersebut, kata Jokowi, tetap harus diiringi dengan perbaikan regulasi yang menghambat berbagai kinerja ekspor.
Selain itu, kualitas produk-produk ekspor Indonesia juga dimintanya untuk dapat ditingkatkan baik dari sisi kemasan maupun promosinya.
"Untuk dalam negeri kita harus selesaikan beberapa pekerjaan rumah seperti memangkas berbagai regulasi yang menghambat berbagai kinerja ekspor," tuturnya.