Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo konsisten menerapkan politik akomodatif. Hal paling anyar terlihat dalam komposisi pemilihan sosok dewan pertimbangan presiden (wantimpres).
Sikap semacam itu diterapkan Jokowi secara konsisten sejak pemilihan sosok menteri, wakil menteri, staf khusus presiden hingga Wantimpres.
"Jokowi punya kecenderungan sama sejak awal, politik akomodatif. Warna akomodasinya cukup kentara," kata pengamat politik Adi Prayitno kepada Tribunnews.com, Jumat (13/12/2019).
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Parameter Politik ini menilik sikap politik akomodatif Jokowi juga punya tendensi zero enemy alias tanpa musuh.
Baca: Rekam Jejak Wiranto, Ketua Wantimpres Jokowi-Maruf
Sehingga timbul kesan di publik bahwa dirinya tanpa jarak dengan kelompok tertentu.
Contoh, keputusan menunjuk Habib Luthfi bin Yahya dianggap jadi upaya Jokowi membangun citra dirinya dekat dengan ulama dan habib, serta Nahdlatul Ulama (NU).
Hal serupa juga terjadi kala Jokowi menunjuk Soekarwo, eks kader Partai Demokrat dan mantan gubernur Jawa Timur.
"Politik akomodatif Jokowi cenderung 'zero enemy' dan tak mau terkesan punya jarak dengan kelompok tertentu. Termasuk terpilihnya Soekarwo, menegaskan Jokowi punya pertalian politik dengan Demokrat," jelas dia.
Sedangkan soal sejumlah bos-bos perusahaan yang merapat ke Istana Negara, Adi memandang ayahanda Gibran Rakabuming Raka itu sedang memancing investor luar datang menginvestasikan dananya di Indonesia.
Upaya itu sejalan dengan tujuan Jokowi yang mau memperbanyak investor asing datang ke Indonesia. Jokowi butuh orang-orang yang paham soal dunia usaha dan permodalan.
"Kan salah satu tujuan Jokowi ke depan memperbanyak investor datang ke Indonesia. Dan pernyataan itu selalu diulang. Dalam konteks itulah penting bagi Jokowi (mengisi) sosok wantimpres yang paham soal dunia usaha dan investasi," pungkas Adi.