TRIBUNNEWS.COM - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati buka suara terkait pemilihan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia menuturkan pemilihan Dewan Pengawas KPK berbeda dengan pemilihan Ketua KPK.
Menurut Asfinawati, Ketua KPK dipilih melalui seleksi yang ketat.
Sementera itu, Dewan Pengawas KPK langsung ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan tidak melalui DPR.
"Artinya, (seleksinya) lebih sulit pimpinan KPK. Tapi wewenangnya lebih besar di Dewan Pengawas," tutur Asfinawati yang Tribunnews kutip melalui YouTube Kompas TV, Sabtu (14/12/2019).
Pihaknya menyebut, secara lembaga, menurutnya Dewan Pengawas KPK memperlihatkan bahwa Jokowi mengendalikan KPK.
Saut Situmorang Menanggapi
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menaggapi soal Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Saut Situmorang, menilai Dewan Pengawas KPK itu tidak bisa digunakan untuk melakukan check and balance.
"Organisasi apapun di negeri ini harus di check and balance. How do we check and balance? Itu yang paling penting," tutur Saut yang Tribunnews kuitp melalui tayangan YouTube Kompas TV, Sabtu (14/12/2019).
Pria dengan nama lengkap Thony Saut Situmorang itu menegaskan Dewan Pengawas yang dipakai untuk melakukan check and balance terhadap KPK kontraproduktif (bersifat tidak (mampu) menghasilkan atau tidak menguntungkan), dengan maksud check and balance itu sendiri.
Berdasar pantauan Tribunnews, yang dimaksud check and balance adalap prinsip yang menjadi pertimbangan utama dalam mengkonsturksi hubungan eksekutif-legislatif.
Dikutip dari hukumonline.com, pertimbangan utama itu untuk menghindarkan dominasi kekuasaan satu lembaga politik atas lembaga-lembaga politik yang lain.
"Tidak boleh masuk bagian dalam proses check and balance. Kamu mengawasi tapi bagian dari proses? Kamu mengawasi dirumu sendiri?," tuturnya.