Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Agus Rahardjo bersama empat pimpinan KPK lainnya akan menyerahkan estapet kepemimpinan lembaga antirasuah kepada Firli Bahuri Cs, Jumat (20/12/2019).
Selain itu, Agus Rahardjo pun akan mewariskan sejumlah kasus yang ditangani KPK.
"Sudah masuk semua. Ada banyak. Semua yang belum selesai, banyak. Termasuk yang dalam proses penyelidikan, yang sudah penyidikan," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, di Pusat Edukasi Antikorupsi KPK Gedung Lama, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2019).
Baca: Cerita Laode M Syarif Tiga Kali Gagal Bertemu Pimpinan Negara untuk Bicara Soal Undang-Undang KPK
Dia berharap pimpinan KPK yang baru dapat membawa masa depan lembaga antirasuah ke arah lebih baik.
Termasuk menangani warisan kasus yang belum tuntas tersebut.
"Kalau kami lihat undang-undangnya perlu penyesuaian. Kami berharap irama Komisioner KPK yang baru dan irama Dewan Pengawas KPK, semangatnya untuk memberantas korupsi," kata dia.
Baca: Bercak Merah di Pipi Bayi Benarkah Karena Tumpahan ASI?
Rencananya, lima komisioner KPK baru di bawah pimpinan Firli Bahuri akan dilantik di Istana Negara, pada Jumat siang.
Setelah itu, mereka akan melakukan serah terima jabatan di kantor KPK.
"Kami besok akan serah terima. (Jumat,-red) Sore untuk jadwal yang telah ditetapkan," ujarnya.
Jangan Buat Hukum Kembali ke Era Kolonial
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Laode M Syarif meminta pemerintah mengkaji terlebih dahulu sebelum memberlakukan Omnibus Law.
"Kami harap ada naskah akademik. Jangan ujuk-ujuk keluar pasal. Jangan membuat hukum kembali ke masa kolonial. Kita sudah millenial mau kembali ke masa kolonial," kata dia, pada sesi jumpa pers di kantor KPK, Kamis (19/12/2019).
Pemerintah Indonesia menyusun Omnibus Law yang tujuan akhir mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca: Komisi XI DPR Siap Bahas Omnibus Law Perpajakan
Omnibus Law adalah suatu Undang-Undang (UU) yang dibuat menyasar isu besar yang mungkin dapat mencabut atau mengubah beberapa UU sekaligus sehingga menjadi lebih sederhana.
Menurut dia, pemerintah harus melibatkan ahli-ahli hukum selama tahap penyusunan Omnibus Law.
"Setelah saya baca tim perumus banyak pemerintah banyak rektor. Rektor itu bukan ahli hukum," kata dia.
Dia mengingatkan agar jangan sampai Omnibus Law itu menjadi tempat berlindung korporasi-korporasi besar.
"Itu diperjelas agar Omnibus Law tidak menjadi awal berlindung korporasi-korporasi yang mempunyai niat tidak baik. Korporasi itu harus dipertanggungjawabkan pidana," tambahnya.