News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bambang Haryo: Kebijakan Susi Sengsarakan Nelayan, Menteri Edhy Jangan Ragu Cabut Larangan Lobster

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat sertijab dengan Susi Pudjiastuti di Kementerian KP, Jakarta, Rabu (23/10/2019)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo diminta tidak ragu mencabut sejumlah kebijakan menteri sebelumnya Susi Pujiastuti yang dinilai tidak tepat dan justru menyengsarakan nelayan di dalam negeri.

Menurut Bambang Haryo Seokartono, Dewan Penasihat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Timur, salah satu kebijakan keliru dari mantan menteri Susi adalah pelarangan penangkapan benur lobster melalui Permen KP No. 56 Tahun 2016.

“Larangan penangkapan benur lobster ini mengakibatkan ribuan nelayan kehilangan mata pencarian dan negara kehilangan potensi ekonomi, termasuk dari ekspor, hingga ratusan triliun rupiah setiap tahun,” ungkap Bambang, Jumat (20/12/2019).

Pelarangan itu, tutur Bambang Haryo, justru memicu penyelundupkan benur lobster sehingga merugikan negara.

Di sisi lain, nelayan kehilangan mata pencarian dari penangkapan benur dan budidaya lobster.

 Bambang Haryo Soekartono. (dok. DPR RI)

Baca: Polemik Ekspor Benih Lobster, Edhy Prabowo: Pak Jokowi Tak Salah Tunjuk Saya, Akan Saya Buktikan

Dia mengatakan Indonesia merupakan sumber lobster terbesar di dunia meskipun biota laut bernilai tinggi ini sebenarnya endemik dari Pulau Christmas, Australia.

Potensi benur lobster Indonesia diperkirakan mencapai 2-3 miliar per tahun, bahkan di Lombok Tengah saja potensinya mencapai 300 juta ekor per tahun.

Data KKP mengungkapkan, terdapat 20 lokasi potensial sumber lobster di seluruh Indonesia. “Begitu melimpah benur lobster, nelayan kita bisa memanen selama 10 bulan sepanjang tahun,” papar Bambang Haryo.

Sebagai perbandingan, potensi benur lobster di Vietnam hanya sekitar 2-3 juta ekor per tahun dan nelayan hanya bisa memanen 1-2 bulan saja.

Anehnya sejak pelarangan, ekspor lobster Vietnam justru melonjak padahal negara itu sangat bergantung dari impor benur dari Indonesia.

“Potensi ekonomi benur lobster di Indonesia mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahun apabila per ekornya dihargai sekitar Rp50 ribu. Kalau benur ini dibudidayakan hingga ukuran 500 gram harganya bisa mencapai Rp500 ribu sehingga potensi ekonominya jauh lebih besar lagi,” jelas Bambang Haryo.

Dia mengatakan, benur lobster justru harus segera ditangkap oleh nelayan sebab jika tidak akan habis dimakan oleh predatornya, seperti ikan kakap, kerapu, dan ikan karang.

Berdasarkan penelitian Prof Dr Clive Jones, peluang hidup benur lobster hanya 0,01% atau hanya 1 dari 10.000 lobster yang mampu bertahan hidup di alam liar.

Ironisnya, menteri Susi melarang benur lobster dan membolehkan penangkapan lobster ukuran besar, padahal lobster seukuran itu merupakan potensi indukan dan pejantan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini