Dalam putusan MA, pemerintah dituntut untuk memenuhi tiga kewajiban.
Yakni pemerataan kualitas guru, sarana dan prasarana pendidikan, serta pemenuhan akses sistem informasi yang sama di seluruh sekolah.
Namun Retno menuturkan hingga kini, pemerintah belum melakukan pemenuhan terhadap tiga kewajiban tersebut dan justru tetap melaksanakan UN.
Retno menceritakan pemerintah berdalih untuk mempersiapkan tiga kewajiban itu sembari berproses.
Sehingga sampai saat ini, kualitas pendidikan di Indonesia masih belum merata antara satu wilayah dengan wilayah yang lain.
Retno Listyarti menilai sistem UN sebagai bentuk penentuan kelulusan justru membuat para siswa semakin stres.
Selain itu, para siswa dituntut berbagai pihak untuk mendapatkan nilai yang bagus dan sesuai standar.
"Menurut saya, orang tua juga stres, biaya juga tinggi karena anak ikut bimbingan belajar (bimbel), dan anak-anak kita belajar menghafal," ujar Retno Listyarti.
Sehingga, Retno menyebut dari awal pendidikan, para siswa dituntut menjawab soal.
Komisioner KPAI ini mencontohkan cara berpikir Ki Hajar Dewantara yang patut ditiru.
"Menurut Ki Hajar Dewantara, kalau kita menggunakan cara berpikir Ki Hajar Dewantara, bersekolah itu adalah mengajarkan cara berpikir, bernalar bukan menghafal dan bukan menjawab soal," jelas Retno.
Diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim telah mengeluarkan empat kebijakan dalam program 'Merdeka Belajar'.
Nadiem Makarim membuat empat kebijakan, yang satu di antaranya adalah mengganti sistem UN menjadi assessment competency dan survei karakter.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)