TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepanjang tahun 2019, tercatat beberapa perwira tinggi (Pati) Polri beralih profesi. Ada yang meninggalkan institusi Korps Bhayangkara untuk menjadi menteri, ada pula yang bertugas atau mendapat penugasan di lembaga lain.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribun Network, berikut jenderal-jenderal polisi yang beralih profesi sepanjang 2019 :
1. Jenderal Pol (Purn) Tito Karnavian
Jenderal Pol (Purn) Tito Karnavian diketahui mengundurkan diri dari Korps Bhayangkara dan menanggalkan jabatan Kapolri. Sebenarnya Tito baru akan memasuki masa pensiun pada 26 Oktober 2022.
Lulusan Akpol 1987 tersebut ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai menteri dalam negeri di Kabinet Indonesia Maju.
Isu tersebut awalnya beredar lantaran Tito turut dipanggil Jokowi pada Senin (21/10/2019) siang, bersamaan sosok-sosok yang diduga ditawari posisi menteri seperti Mahfud MD, Nadiem Makarim, hingga Wisnu Tama.
Baca: Pidato Pertama Firli Bahuri Setelah Menjabat Ketua KPK, Ingin Naikkan Gaji Pegawai KPK
Tidak seperti biasanya, Tito memilih masuk melalui halaman Istana Negara dan mau diwawancarai oleh awak media. Biasanya jenderal bintang empat ini selalu masuk dan keluar tanpa melalui pintu halaman Istana Negara.
Pantauan Tribunnews.com, Tito hadir pukul 12.05 WIB menggunakan seragam lengkap membawa serta tongkat komandonya.
Tito dikawal oleh lima orang ajudan. Dia juga didampingi Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Mohammad Iqbal. Tidak banyak komentar, Tito memilih segera menemui presiden.
"Dipanggil presiden, tapi saya kira ini mengenai situasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas). Kemarin kan pelantikan, mungkin soal pengamanan pelantikan," tutur Tito.
Ketika ditanya perihal bagaimana bila dirinya ditawari menjadi menteri, mantan Kapolda Metro Jaya tersebut enggan berbicara banyak." Saya belum tahu, nanti saja setelah ini," imbuhnya.
Selepas dari Istana, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan adanya kemungkinan Tito Karnavian akan mengemban jabatan baru.
Iqbal mengungkap jenderal bintang empat tersebut sempat melakukan pertemuan dengan Jokowi selama sekira satu jam lamanya.
"Jadi tadi saya mendampingi Kapolri. Pertemuannya hampir satu jam ya kira-kira. (Terkait alasan ke Istana? - red) Kemungkinan ada penempatan jabatan baru," ujar Iqbal, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (21/10/2019).
Baca: Salam Komando Jadi Simbol Agus Rahardjo Serahkan Estapet Kepemimpinan KPK Kepada Firli Bahuri
Tito akhirnya mengundurkan diri dari posisi Kapolri. Dua hari berselang, sosoknya terlihat di Istana Negara saat Presiden Jokowi memperkenalkan Kabinet Indonesia Maju.
Mantan Kapolda Papua tersebut didapuk oleh Jokowi menjadi menteri dalam negeri menggantikan Tjahjo Kumolo di kabinet sebelumnya.
Presiden Jokowi kemudian mengungkap alasan menunjuk mantan Kapolri tersebut sebagai menteri dalam negeri lantaran banyaknya kritik yang datang.
"Kita tahu Pak Mendagri punya pengalaman di daerah, memiliki pengalaman yang baik di lapangan. Hubungan pada saat beliau menjadi Kapolri dengan kepala daerah juga baik," ujar Presiden Jokowi saat berbincang santai di Istana Merdeka, Kamis (24/10/2019).
"Oleh sebab itu saya tugaskan Pak Tito untuk mengawal cipta lapangan kerja agar investasi-investasi yang ada di daerah bisa berjalan dengan baik," tambahnya.
Selanjutnya Jokowi meminta Tito agar pengalaman-pengalaman utamanya di bidang pelayanan publik di daerah agar bisa dikoordinasikan dengan baik dengan seluruh kepala daerah yang ada.
"sehingga tata kelola dengan dunia usaha, pelayanan dunia bisnis dan investasi betul-betul ramah, cepat dan bisa mencipkatan lapangan kerja," tutur Jokowi.
Di dunia usaha, kata Jokowi, banyak yang ingin berinvestasi baik itu lokal, global hingga nasional. Sayangnya hal ini kerap terhambat masalah perizinan.
"Itu tugas berat yang saya berikan, juga yang berkaitan dengan keamanan dan tertib sosial. Ini juga bagian tanggung jawab Mendagri. Pak Tito punya pengalaman ini," ungkapnya.
Baca: Ini Harapan Jokowi untuk Pimpinan KPK Firli Bahuri Cs
Soal kasus Novel Baswedan yang belum dituntaskan Tito, Jokowi menyatakan bakal menagihnya pada Kapolri yang baru, Komjen Pol Idham Azis. Diungkap Jokowi, sebelum diangkat sebagai Mendagri, Tito menyerahkan langsung perkembangan kasus Novel Baswedan.
"Saya melihat laporan kemarin yang sebelum saya angkat Pak Tito jadi mendagri. Beliau laporan, saya kira ada perkembangan yang sangat baik. Nanti akan segera diteruskan ke Kapolri yang baru dan segera diumumkan kalau memang betul-betul selesai. Ini bukan kasus yang mudah," tambah Jokowi.
2. Komjen Pol Firli Bahuri
Firli Bahuri diketahui turut serta dalam seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023. Saat itu, dirinya menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan dan masih berpangkat Inspektur Jenderal.
Firli awalnya termasuk dalam lima komisioner yang dipilih oleh anggota Komisi III DPR RI. Kemudian untuk pemilihan Ketua KPK dilakukan berdasarkan Musyawarah Kapoksi (Ketua Kelompok Fraksi) terhadap 5 Capim KPK terpilih.
Adapun calon pimpinan KPK terpilih yakni, Alexander Marwata, Firli Bahuri, Lili Pintouli Siregar, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pamolango. 10 Kapoksi Fraksi di Komisi III sepakat memilih Firli Bahuri sebagai Ketua KPK dengan memberikan 56 suara.
"Dalam rapat pleno komisi III, pemilihan capim KPK periode 2019 -2023, berdasarkan diskusi dari seluruh fraksi yang hadir, dan seluruh fraksi-fraksi menyepakati, untuk menjabat komisoner KPK, masa bakti 2019-2023, pertama sebagai Ketua, Irjen Firli Bahuri, bisa disepakati?" tanya Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin, Jumat, (13/9/2019).
"Sepakat," jawab anggota Komisi III.
Setelah menetapkan ketua KPK, Komisi III juga menyepakati 4 komisioner sebagai Wakil Ketua. Mereka yakni Nawawi Pomolango, Lili Pintouli Siregar, Nurul Ghufron, dan Alexander Marwata.
"Atas nama pimpinan dan seluruh anggota komisi III, kami mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan semua, kepada yang memberikan masukan baik yang pro maupun kontra. Kami menaruh harapan pada 5 pimpinan agar dapat menjalankan tugas, sesuai undang-undang dengan catatan komitmen yang telah ditandatangani," pungkas Aziz.
Namun terpilih Firli sebagai Ketua KPK bukan tanpa lika liku. Banyak pihak yang mempermasalahkan kiprah Firli saat masih menjadi Deputi Penindakan KPK.
Ia diduga melanggar kode etik karena bertemu dan bermain tenis dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi pada 13 Mei 2018.
Padahal, saat itu TGB menjadi saksi dalam sebuah kasus yang sedang ditangani KPK. Firli pun sudah menjalani pemeriksaan di internal KPK. Namun, proses tersebut terhenti lantaran Firli ditarik oleh Polri untuk kemudian ditugaskan menjadi Kapolda Sumatera Selatan.
"Ketika masih menjadi pegawai KPK, masih menjadi domain dan kewenangan KPK untuk memproses jika ada dugaan pelanggaran etik. Namun, ketika sudah menjadi pegawai di instansi yang lain, tentu saja kewenangan dan domain itu berada pada instansi tersebut. Itu yang bisa saya sampaikan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (20/6/2019).
Firli pun mengakui pertemuan dengan TGB. Namun, ia membantah merencanakan pertemuan dengan TGB yang saat itu sedang menjadi saksi atas kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani KPK.
"Saya bertemu Pak TGB itu sudah izin pimpinan KPK (Agus Rahardjo), saya harus ke NTB karena ada serah terima jabatan dan diundang bermain bersama pemain tenis nasional," ujar Firli.
"Saya datang pukul 06.30 WITA saat bermain tenis itu. Setelah dua set pukul 09.30 WITA, TGB datang. Jadi saya tidak mengadakan hubungan dan tidak mengadakan pertemuan," imbuh Firli.
Bahkan, setelah tidak sengaja pertemuan itu terjadi, Firli sudah melaporkannya ke pimpinan KPK di Jakarta. Dari pertemuan tersebut, telah disimpulkan, Firli tidak melanggar kode etik.
"Pada 19 Maret 2019, saya bertemu lima pimpinan KPK. Pertemuannya di lantai 15 Gedung Merah Putih. Dari pertemuan itu, disimpulkan, saya tidak melanggar kode etik. Apalagi, TGB kan bukan tersangka," kata Firli lagi.
Namun, pernyataan Firli langsung dibantah oleh KPK. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK tidak pernah mengeluarkan putusan yang menyatakan Firli tidak melanggar kode etik. "Setelah saya cek ke pimpinan KPK, kami pastikan informasi tersebut tidak benar," ujar Febri.
Firli kemudian dirotasi dari Kapolda Sumatera Selatan menjadi Kabaharkam Polri menggantikan Komjen Pol Condro Kirono. Otomatis, bintang tiga disandang oleh Firli.
Belum genap sebulan, Firli kembali dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Baharkam Polri. Mutasi tersebut lantaran dia akan dilantik menjadi Ketua KPK pada akhir Desember 2019. Setelah menjabat ketua KPK, Firli berjanji akan mencopot status keanggotaannya dalam polri.
3. Komjen Pol Condro Kirono
Condro Kirono merupakan perwira tinggi (Pati) Polri yang juga beralih profesi dari Korps Bhayangkara. Nama Condro dikenal saat dirinya mengemban amanah sebagai Kapolda Jawa Tengah pada 2016.
Dengan pangkat Inspektur Jenderal, Condro memimpin daerah Jateng selama tiga tahun. Sebelumnya dia juga pernah memimpin sebagai Kapolda Riau dan Kakorlantas Polri.
Pada 2019, Kapolri saat itu Jenderal Pol (Purn) Tito Karnavian merotasinya menjadi Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabarhakam) Polri. Otomatis bintang di pundaknya bertambah kembali menjadi tiga.
Namun, Komjen Pol Condro Kirono kembali dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama Baharkam Polri yang tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor ST/3019/XI/KEP./2019 dan ST/3020/XI/KEP./2019 tertanggal 8 November 2019.
Jelang pensiun dari Polri (12 Desember 2019), Menteri BUMN Erick Thohir mengangkat Condro menjadi komisaris PT Pertamina (Persero).
Pengangkatan Condro berbarengan dengan penyerahan Surat Keputusan (SK) Menteri BUMN pengangkatan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi komisaris utama PT Pertamina di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (25/11/2019).
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sunilingga mengatakan, pengangkatan Condro untuk memperkuat Pertamina sesuai dengan latarbelakangnya dari bidang hukum.
"Kami tahu Pertamina perlu ada ini, ya penegakan-penegakan hukum baru untuk membantu. Intinya kan seperi kata pak Erick Thohir komisaris akan diperkuat fungsi untuk melakukan pengawasan," kata Arya di gedung Kementerian BUMN.
Ia menjelaskan latarbelakang Condro dari kepolisian saat ini diperlukan Pertamina dalam mengatasi persoalan dan mencari solusinya.
"Di kepolisian ada kemampuan pengawasan sangat baik dan tahu bagaimana buat planning Pertamina ke depan lebih bersih. Semua yang fraud di Pertamina, kami harapkan komisaris bisa melakukan pengawasan dan berikan solusi, tidak hanya soal dapatkan tapi perbaiki sistem," kata Arya.
Sementara itu, Polri menyatakan Condro Kirono tidak perlu mundur dari keanggotaannya di kepolisian seusai terpilih sebagai komisaris PT Pertamina (Persero).
"Jadi bukan pemberhentian status anggota Polri, tapi pengalihan tugas," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2019).
Argo mengatakan bahwa terpilihnya Condro merupakan bentuk penugasan anggota kepolisian di luar institusi Polri. Menurut dia, hal itu telah tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2017 tentang Penugasan Anggota Polri di Luar Struktur Organisasi.
"Itu sudah diatur dalam Pasal 1 angka 5 ada disebutkan, penugasan anggota Polri di luar struktur organsiasi Polri adalah pengalihan tugas dan jabatan anggota Polri ke tempat tugas dan jabatan di luar struktur yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri," kata Argo.