TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masyarakat sipil yang menaruh perhatian pada kasus-kasus hak asasi manusia dinilai punya peran menyuarakan dukungan untuk minoritas muslim Uighur. Hal tersebut disampaikan peneliti Amnesty International Papang Hidayat.
Papang mengatakan, peran itu juga dapat diwakilkan lembaga kemanusiaan yang telah memiliki pengalaman dan koneksi mendunia seperti Aksi Cepat Tanggap.
Baca: Guru Honorer Dwi Hariyadi Pahlawan Pendidikan yang Tak Malu Nyambi Jadi Tukang Sampah
“Akibat diskriminasi yang sistemik dari Cina, beberapa dari mereka (orang Uighur) keluar mencari suaka. Ketika mereka keluar dari tempat tinggalnya, mereka hidup sangat minimalis, di situlah saya kira ACT berperan penting,” ungkap Papang.
Papang beranggapan, peran lembaga kemanusiaan yang mempunyai koneksi mendunia, termasuk dalam isu Uighur, bisa menjadi penyampai dukungan masyarakat.
Baca: ACT Lipatkan Kebahagiaan untuk Sesama di Momen 12.12
Langkah lembaga kemanusiaan menjadi “ACT justru bisa menjadi jangkar karena punya koneksi,” katanya.
Menurut Papang, ACT dapat mereplikasi pengalaman saat menangani ratusan ribu pengungsi Rohingya yang keluar dari Rakhine menuju Cox’s Bazar 2017 lalu.
Dewan Pembina Aksi Cepat Tanggap Syuhelmaidi Syukur mengatakan, sejauh ini ACT terus melakukan kerja-kerja kemanusiaan untuk mendukung kehidupan diasapora Uighur. Sejak tahun 2017, ACT sudah membantu diaspora Uighur yang menjadi diaspora di Turki, Uzbekistan, dan Kazakhstan.
“Dalam konteks kemanusiaan, kita membantu diaspora anak-anak yatim muslim Uighur di manapun berada sebagai bentuk kepedulian dan dukungan,” kata Syuhelmaidi.
Baca: ACT Apresiasi Pengabdian Guru Prasejahtera Lewat Program “Sahabat Guru Indonesia”
Bantuan yang diberikan ACT meliputi beasiswa, beaguru, bantuan hidup anak-anak dan keluarga dari anak yatim, kurban, dan bantuan musim dingin.
Syuhelmaidi berharap, dukungan untuk minoritas Uighur yang menerima diskriminasi tidak berhenti pada bantuan kemanusiaan. ACT pun mengajak seluruh pihak yang memiliki kepakaran di bidang hak asasi manusia untuk menuntaskan masalah Uighur sampai ke akar.
“Agar kasus ini tidak hanya berulang, tapi selesai. Kita berjuang untuk Uighur sebagaimana mendukung hak-hak penduduk Palestina dan pengungsi Rohingya,” tegas Syuhelmaidi.
Baca: Dirikan Indonesia Medical Clinic, ACT Layani Ratusan Korban Konflik di Gaza GAZ
Menurut riset Amnesty International, pelanggaran hak asasi manusia yang sistemik telah dilakukan pemerintah Cina atas muslim minoritas Uighur.
Ia menyebutkan, sekitar satu juta orang kelompok minoritas yang sebagian besar kelompok muslim dan etnis Uighur, termasuk orang-orang Kazakh dan Tajikistan, ditahan di kamp yang oleh pemerintah disebut kamp pendidikan ulang.
Indonesia diharap mengambil peran terkait penegakan hak asasi manusia di dunia internasional, mengingat Indonesia juga memiliki dasar hukum Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Baca: Kolaborasi Grab Indonesia dan ACT Ringankan Beban Ribuan Penyintas Gempa Maluku #MalukuMemanggilmu
Hingga saat ini, bantuan kemanusiaan untuk diaspora Uighur menjadi dukungan regular yang diberikan ACT sejak Desember 2018. Bantuan tersebut meliputi paket pangan, beaguru, beasiswa, bantuan musim dingin, ataupun biaya hidup untuk para yatim.
Firdaus Guritno dari Tim Global Humanity Response (GHR)-ACT menerangkan, Desember ini bantuan kemanusiaan kembali diberikan untuk diaspora Uighur di Turki melalui link https://indonesiadermawan.id/campaign/36/bantu-pendidikan-anak-yatim-uighur. (*)