TRIBUNNEWS.COM - Wacana pemblokiran pengelola situs menonton film online melalui jalur distribusi tidak resmi atau ilegal, IndoXXI menjadi kenyataan.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), resmi mengumumkan pemblokiran situs IndoXXI.
Alasannya adalah situs tersebut melanggar Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) seniman dan pembuat film.
Setelah ramainya perbincangan isu pemblokiran tersebut, IndoXXI pun mengumumkan akan menutup layanannya pada Selasa (24/12/2019).
Pengumuman tersebut berada di halaman utama situsnya.
Alasan penutupan yang tertera dalam situs IndoXXI adalah untuk mendukung industri kreatif tanah air.
"Sangat berat, tapi harus dilakukan, terima kasih kepada seluruh penonton setia kami, terhitung sejak 1 Januari 2020,"
"Kami akan menghentikan penayangan film di website ini, demi mendukung dan memajukan industri kreatif Tanah Air, semoga ke depannya akan menjadi lebih baik," demikian isi pengumuman IndoXXI seperti dari situsnya, Selasa (24/12/2019).
Setelah munculnya pengumuman tersebut, IndoXXI pun menjadi trending topik di jagat maya.
Tercatat pada Selasa (24/12/2019), tagar #indoxxi bahkan menempati urutan pertama di trending topik Twitter dengan jumlah cuitan warganet sebanyak 15.000 cuitan.
Jika dilihat dari ramainya perbedatan warganet atas ditutupnya layanan IndoXXI, terbukti masih banyak yang bergantung kepada layanannya.
Lalu apa jawaban dari pelaku perfilman untuk menanggapi persoalan tersebut?
Apakah benar penonton IndoXXI salah karena tidak menghargai industri perfilman?
Atau kesalahan ada pada penyedia layanan yang membuka situs menonton film secara ilegal?
Untuk itu, Tribunnews.com pun menghubungi salah seorang pelaku perfilman bernama Suluh Pamuji untuk menanggapi persoalan tersebut.
Menurutnya, penutupan situs IndoXXI bisa ada dua kemungkinan, tergantung dari sudut pandangnya.
"Dari sudut pandang produsen pasti setuju, namun dari sudut pandang konsumen bisa jadi sebaliknya," ujar Suluh kepada Tribunnews.com, Rabu (25/12/2019).
Suluh yang juga seorang kurator dan progammer film menjelaskan pengaruh meminimalisir film bajakan di masa mendatang.
Pengaruh yang mendasar menurutnya adalah dari Internet.
"Internet menawarkan kemudahan di satu sisi, tapi di sisi lain ia membuka lebar peluang peretasan," ujarnya.
Menurutnya, adanya pembajakan sarat kaitannya dengan ketimpangan akses.
"Pembajakan itu ada dan besar dalam konteks ketimpangan terhadap akses,"
"Ya kalau ketimpangan terhadap akses tidak berhasil diminimalisir, pembajakan juga tidak akan dapat diminimalisir," ujar pria berusia 32 tahun itu.
Lalu siapakah pihak yang bersalah dalam kasus pemblokiran IndoXXI?
Suluh pun menjelaskannya menggunakan analogi awam.
"Kurang lebih analogi awamnya begini, kalau bisa akses produk yang sama dan gratis, kenapa harus memilih yang bayar," ujar Suluh.
Menurutnya, penonton tidak bisa disalahkan maupun dianggap berdosa.
Alasannya adalah pada dasarnya status dari penonton adalah seorang konsumen.
Suluh yang juga menjadi dosen film dan TV di Universitas Dian Nuswantoro Semarang, mengatakan, IndoXXI lah pihak yang keliru.
"Yang keliru adalah pemilik indoxxi dan situs bajakan lainnya,"
"Sebab mereka memonetize konten yang bukan miliknya untuk kepentingan pribadi, yang merugikan bagi industri," katanya.
Pada akhirnya, setiap keputusan dari pemerintah akan menimbulkan dampak positif dan negatif.
Namun terkait pemblokiran situs IndoXXI, menurut Suluh tetap penting untuk dilakukan.
"Pemblokiran tetap penting untuk dilakukan walaupun sebagai tindakan represif itu tidak efektif,"
Terakhir, Suluh mengatakan ada hal penting yang harusnya bisa dilakukan Pemerintah untuk memberantas film ilegal.
"Yang terpenting menurutku adalah bagaimana pemerintah membuat regulasi yang mampu meminimalisir ketimpangan terhadap akses film tadi," katanya.
(Tribunnews.com/Maliana)