TRIBUNNEWS.COM - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Herry Yogaswara menuturkan pemindahan ibu kota negara harus dapat dilaksanakan tanpa ada konflik sosial.
Pernyataan tersebut diungkapkan dalam video yang diunggah di kanal YouTube tvOneNews, pada Rabu (25/12/2019).
Herry menjelaskan, ada masyarakat lokal beranggapan di wilayah ibu kota baru akan dibangun, dulunya ada kerajaan bernama Banua Mulawarman.
Ia pun berharap pemerintah bisa mengolah anggapan masyarakat lokal agar minim konflik sosial.
"Jadi bagi saya ini sebuah tafsir, oke saja tapi juga banyak tafsir terhadap rencana ini yang juga pemerintah harus menerima," jelas Herry.
"Misalnya ada juga tafsir dari masyarakat lokal disebutkan karena untuk mengenang pernah ada kerajaan."
"Saya kira tugas ke depannya adalah berbagai tafsir ini diolah pemerintah agar konflik sosial bisa minim terjadi karena soal ruang," tambahnya.
Herry menambahkan, ulasan dari pihaknya mengenai bagaimana membawa orang-orang untuk melakukan pemindahan ke Kalimantan Timur.
Padahal, pada 2045 mendatang akan ada 1,5 juta jiwa yang bermigrasi ke ibu kota baru.
Herry menuturkan belum lagi apabila terdapat masyarakat yang pindah tidak terencana, karena untuk memenuhi pelayanan di berbagai fasilitas.
"Tafsir bagi kami dari ilmu sosial adalah kemudian melihat apakah menempatkan orang-orangnya seperti apa nantinya begitu," terang Herry.
"Kemudian kalau kita menghitung misalnya di tahun 2045 ada 1,5 juta orang akan pindah dan kebanyakan ASN dan keluarga."
"Belum lagi orang-orang yang pindah yang kita sebut dalam bahasa kependudukan migrasi spontan yang mungkin juga tidak terencana dengan baik," lanjut dia.
"Beda dengan ASN yang pindah karena direncanakan, tapi mereka juga membutuhkan fasilitas lain," imbuhnya.