TRIBUNNEWS.COM - Setelah hampir tiga tahun lamanya kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan menemui titik terang.
Hal itu setelah Bareskrim Mabes Polri berhasil menemukan pelaku penyerang Novel.
Novel terkena siraman air keras di wajahnya pada 11 April 2017 silam.
Meski Polri mendapat banyak apresiasi positif, keterlambatannya mengungkap pelaku yang ternyata anggota polisi aktif, dirasa masih janggal.
Spekulasi pun bermunculan, mengapa baru sekarang tertangkap padahal bukti dan rekaman CCTV sudah ditemukan sejak awal.
Seorang ahli hukum, Muhtar Said akhirnya memberikan komentar terkait spekulasi tersebut.
Said yang juga seorang Peneliti Pusat Pendidikan & Anti Korupsi (PUSDAK) Ilmu Hukum, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Jakarta mengatakan, kasus Novel seperti 'drama'.
"Ini yang membuat masyarakat seperti, ini ada 'drama', seorang polisi yang punya alat canggih, dan diawali adanya rekaman, masa tidak bisa menangkap?"
"Penjahat atau pembunuh yang tidak ada rekamannya itu bisa langsung tertangkap," ujarnya kepada Tribunnews, Sabtu (28/12/2019) malam.
Menurut Said, bila polisi memproses kasus Novel secara 'normal' maka hanya akan berjalan selama lebih kurang tiga bulan.
"Tidak akan lama dalam menangkap penyerang Novel, itu pasti hanya sekira tiga bulan sudah selesai kasusnya," ujar Said.
Bahkan Said membandingkan dengan penjahat yang tidak memiliki rekaman, tapi dalam hitungan bulan sudah tertangkap.
"Coba kalau ikut ke Bareskrim, itu pembunuh yang tidak terekam CCTV hanya 3 sampai 4 bulan sudah ketemu pelakunya," tambahnya.
Menurutnya, ada yang janggal dari penangkapan tersangka penyerangan Novel.
"Ini yang sudah ada CCTV, sudah kelihatan mukanya, di Bareskrim memiliki alat canggih, pendataannya sudah lengkap, kok baru sekarang tertangkap," ujarnya.
Menurut Said, itulah yang menjadi alasan mengapa kasus Novel seperti ada 'drama'.
"Untuk itu harus ada aktor di belakang layar yang tertangkap," ungkap Said.
Said juga turut mengomentari sketsa wajah pelaku yang sudah ditemukan sejak awal.
"Itu adalah petunjuk awal dalam kitab undang-undang hukum acara pidana yang sangat vital."
"Dramanya kasus Novel artinya seperti ada unsur politik, mungkin ada persaingan atau kompetisi di dalam Polri itu sendiri, kalau memang Polri profesional maka ungkaplah," kata Said.
Hingga kini dari pihak kepolisian belum menentukan pelaku dijerat hukuman apa.
Said menuturkan jika masuk dalam kategori perencanaan pembunuhan hukumannya bisa sampai hukuman seumur hidup.
"Kalau masuk dalam kategori perencanaan pembunuhan itu bisa sampai 15 tahun, bahkan bisa sampai hukuman seumur hidup karena kejahatannya misal terkait dengan negara, karena Novel kan di KPK termasuk pejabat negara," ujar Said.
Untuk itu, Said menyarankan supaya masyarakat tetap mengawal kinerja pihak kepolisian.
"Maka tetap kita lihat proses penyelidikannya bagaimana, untuk itu Polri harus terbuka kepada publik, supaya masyarakat bisa mengawasi kinerja Polri yang sangat lambat mengungkap kasus ini," katanya.
(Tribunnews.com/Maliana)