TRIBUNNEWS.COM - PT Dirgantara Indonesia (DI) mengunggah foto Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) Male melalui laman Instagram-nya, Senin (30/12/2019).
PT DI menulis, pesawat yang diberi nama Elang Hitam atau Black Eagle ini mampu terbang di ketinggian 30 ribu kaki selama 30 jam dengan kecepatan 235 kilometer per jam.
Selain itu, Elang Hitam memiliki kapasitas payload yang mampu mengakomodir misi kombatan.
Pesawat tanpa awak ini adalah pesawat drone pertama ciptaan PT DI yang merupakan produk hasil perjanjian kerjasama dalam bentuk Konsorsium antara Kementerian Pertahanan, BPPT, TNI, ITB, PTDI dan PT Len Industri (Persero).
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pun juga berpartisipasi dalam program Konsorsium Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) Male untuk pengembangan platform dan kelengkapan Mission System.
Diciptakannya Elang Hitam bertujuan untuk mendukung pemenuhan produk alat peralatan pertahanan keamanan (Alpalhankam).
Diharapkan dengan adanya Elang Hitam, dapat mengurangi ancaman terorisme, penyelundupan, pembajakan, dan pencurian sumber daya alam seperti illegal logging dan illegal fishing.
"Kami mau dengan adanya perkembangan drone ini bisa dipakai untuk berbagai manfaat khususnya untuk pertahanan Indonesia," kata Direktur Utama PT DI, Elfien Goentoro dikutip dari Kompas.com, Selasa (31/12/2019).
Baca: Baterai Ponsel Terbakar Saat Terbang, Seorang Penumpang Alami Luka Bakar yang Cukup Serius
"Menurunkan ancaman terorisme, penyeludupan, pembajakan hingga pencurian Sumber Daya Alam (SDA) seperti illegal logging dan illegal fishing," sambungnya.
Elang Hitam yang merupakan drone tipe Medium Altitude Long Endurance (MALE) memang memiliki kemampuan untuk melacak illegal fishing.
Pesawat drone ini, sementara masih dalam tahap manufacturing dan rencananya peluncuran pertama akan dilakukan pertengah 2020 mendatang.
Selain mengembangkan Elang Hitam, PT DI juga akan mengembangkan tiga pesawat drone lainnya, di antaranya Puna Male (PM)-2, Puna Male (PM)-3, dan Puna Male (PM)-4.
Perencanaan ketiga drone tersebut akan berlangsung bertahap hingga 2024 mendatang.
"Perencanaan ini berlangsung hingga 2020-2024 dan bertahap, mengingat proses pembuatan, regulasi hingga uji kekuatan struktur prosesnya membutuhkan waktu yang lama," kata Elfien Goentoro.