TRIBUNNEWS.COM - Banjir di wilayah Jakarta dan sekitarnya memunculkan kembali wacana pembangunan jembatan penghubung Pulau Jawa dan Pulau Sumatera atau Jembatan Selat Sunda.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah.
Fahri Hamzah melalui akun Twitter pribadinya menilai, bencana banjir terutama di wilayah Jakarta erat kaitannya dengan kepadatan penduduk.
"Banjir seperti bencana alam lainnya adalah penyebab kemiskinan yang instan.
Manusia bergerak seperti semut, di mana ada harapan dan kehidupan manusia bergerak ke sana.
Kepadatan penduduk adalah indikator nyata kegagalan menata harapan," tulisnya.
Fahri Hamzah menilai Pulau Jawa dan Pulau Sumatera harus disambung.
Pasalnya, menurut Fahri Hamzah wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat harus terintregasi dengan Lampung di Pulau Sumatera.
"Dulu zaman pak SBY ada yg ingin bikin jembatan selat Sunda sekitar 30 KM, banyak yg gak percaya tapi sekarang jembatan penghubung Makau-Zuhai-Hongkong sudah sepanjang 55 KM," ujarnya.
Tujuannya adalah agar ada akses keluarnya penduduk dari Jawa ke Sumatera dengan lebih mudah.
Baca: Anies Baswedan: Pemprov DKI Jakarta Bertanggung Jawab atas Masalah yang Sedang Melanda Ibu Kota
"Jawa dan Sumatra seharusnya disambung agar pergerakan penduduk ke luar Jawa khususnya ke pulau Sumatera yang lebih besar dan lebih kosong dapat terjadi secara mudah."
"Disertai pembangunan transportasi sampai ke Sabang maka mobilitas ke barat akan semakin cepat dan mudah," ujar Fahri Hamzah.
Fahri Hamzah menilai harus adanya integrasi antara pemerintah pusat dengan tiga provinsi, yaitu Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Kawasan tersebut dinilai sangat berkaitan satu sama lain.
"Sejak awal, kita membayangkan adanya perencanaan yang terintegrasi pada 3 propinsi dengan pemerintah pusat: Jakarta, Jawa Barat dan Banten."
"Tanpa itu, kita akan terjebak saling menyalahkan sebab 3 propinsi ini adalah kawasan yang saling berketergantungan satu sama lain," ujarnya.
Menumpuk di Jawa
Fahri Hamzah menyebut hingga saat ini Pulau Jawa menjadi pulau yang paling dipenuhi harapan masyarakat indonesia.
Baca: Update Banjir Jakarta, Tinggi Muka Air Kamis 2 Januari 2020 Pukul 09.00 WIB, PA Manggarai Siaga 2
Mulai dari ekonomi, pendidikan, politik, hingga pemerintahan disebut Fahri Hamzah berada di Pulau Jawa.
"Harapan Indonesia sampai hari ini masih nampak menumpuk di Jawa. Di Jawa dan Jakarta khususnya, ada kekayaan ekonomi, ada kemajuan pendidikan, ada pergaulan global, ada karier politik dan pemerintahan dan secara umum ada pengaruh bagi masa depan pribadi dan kelompok," tulisnya.
Pembangunan Jembatan Selat Sunda Penuh Pertimbangan
Sementara itu berdasar penelusuran Tribunnews, wacana pembangunan Jembatan Selat Sunda telah lama menjadi wacana.
Bahkan keinginan menghubungkan dua pulau di Indonesia ini telah ada sekitar tahun 1960-an.
Baca: Dokternya Terjebak Banjir, Proses Persalinan Istri Rifky Balweel Terlambat
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 5 April 2016 silam, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pernah berkomentar mengenai berbagai pertimbangan mengenai pembangunan Jembatan Selat Sunda.
Tergolong Megastruktur dan Dana Sangat Besar
Jembatan Selat Sunda tergolong proyek megastruktur.
Faktor finansial membuat belum bisa dikerjakannya saat ini.
Kajian pembangunannya saja menurut Basuki membutuhkan dana yang tidak sedikit.
"Jembatan Selat Sunda itu labour and capital intensive. Butuh dana tidak sedikit, tak hanya saat pelaksanaan pembangunannya, juga untuk kajiannya," ujar Basuki.
Tidak Pernah Dibahas
Atas dasar itulah, Basuki menyebut proyek raksasa tersebut tidak pernah dibicarakan dan dibahas dalam rapat kabinet dengan Presiden Republik Indonesia.
"Tidak pernah ada pembahasan tentang itu. Sekarang fokusnya kepada percepatan pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas," tambah Basuki saat itu.
Risiko Tinggi Gunung Anak Krakatau
Basuki juga menyebut adanya Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda menjadikan pembangunan Jembatan Selat Sunda benar-benar berisiko tinggi.
"Jembatan Selat Sunda itu high risk, di sana ada Gunung Krakatau dan anak-anaknya," ucapnya.
Basuki menyebut, teknologi jembatan sangat mugkin untuk dipelajari dan dibeli oleh Indonesia.
"Teknologi jembatan bisa dibeli, bisa dipelajari, namun risikonya besar," ucap Basuki.
Namun, Basuki tetap membuka kemungkinan adanya pengkajian ulang tentang Jembatan Selat Sunda di masa yang akan datang.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Hilda B Alexander/Fitria Chusna Farisa)