News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT KPK di Kepulauan Riau

Terungkap Uang 5 Ribu Dollar Singapura Untuk Gubernur Kepri Nurdin Basirun Diberikan di Kamar Hotel

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur nonaktif Kepulauan Riau, Nurdin Basirun saat dihadirkan sebagai saksi untuk kasus suap penerbitan Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (3/1/2020).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Edy Sofyan mengungkapkan ada pemberian uang senilai 5 ribu dollar Singapura kepada Gubernur nonaktif Kepulauan Riau, Nurdin Basirun.

Hal tersebut diungkap Edy Sofyan, yang saat ini sudah berstatus terdakwa, di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (3/1/2020).

"Diserahkan uang malam-malam di meja (kamar hotel,-red)" kata Edy Sofyan.

Pada 30 Mei 2019 lalu, Edy Sofyan bersama Nurdin melakukan kegiatan ke pulau-pulau sekitar Batam.
Kegiatan itu dalam rangka safari subuh bersama di Tanjung Pantun Sei Jodoh.

Baca: Jelajah Lagenda Park, Tempat Wisata Instagramable di Batam untuk Liburan Tahun Baru 2020

Setelah acara selesai, Edy Sofyan menemui terdakwa di Hotel Harmoni Nagoya Batam.

Pada saat berada di dalam kamar terdakwa, Edy Sofyan mengajukan berkas Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut milik Abu Bakar.

Selain itu, Edy Sofyan menyerahkan amplo cokelat berisi uang dari Edy Sofyan.

Uang itu sejumlah 5 ribu Dollar Singapura.

"Keterangan saya sudah sesuai di BAP (Berita Acara Pemeriksaan,-red)" kata dia.

Baca: Hakim Pertanyakan Gelar Doktor Administrasi Nurdin Basirun Saat Bersaksi di Pengadilan

Sementara itu, Nurdin Basirun, yang pada Jumat ini dihadirkan sebagai saksi, mengakui adanya pertemuan dengan Edy Sofyan di kamar hotel.

Namun, dia membantah menerima uang terkait pengurusan izin tersebut.

"Saya tidak tahu pak uang diletakkan di meja. Betul pak," kata Nurdin.

Hakim pertanyakan gelar doktor Nurdin Basirun

 Gubernur nonaktif Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, mengaku menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut. 

Namun, dia tidak mengetahui materi pokok dari surat izin tersebut.

Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut itu berada di dua lokasi.

Lokasi pertama di lahan laut Piayu Laut, Piayu Batam atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektarare.

Baca: VIRAL Video Petugas Ekspedisi Lempar Paket Pelanggan, Ini Penjelasan J&T Express

Lokasi kedua, di Pelabuhan Sijantung, Jembatan Lima atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektarare.

Untuk dokumen permohonan izin atas nama Kock Meng, diserahkan melalui Abu Bakar pada Oktober 2018.

Untuk pengurusan izin ini ada biaya sebesar Rp 50 juta yang diminta Edy Sofyan, selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau.

Baca: Tonton di Sini, Live Streaming Gerhana Matahari Cincin Besok Pantauan BMKG dari Batam Kepulauan Riau

Untuk penyerahan dokumen permohonan izin kedua diserahkan Edy Sofyan kepada Nurdin Basirun di Hotel Harmoni Nagoya Batam, pada 30 Mei 2019.

Di kamar hotel terdakwa, Edy Sofyan juga menyerahkan amplop cokelat berisi uang sejumlah 5 ribu Dollar Singapura dari Abu Bakar yang ditaruh di meja kamar.

"Saya tidak tahu (penyerahan uang di Hotel Nagoya,-red). Beliau (Edy Sofyan,-red) sendiri langsung mengikuti saya ke kamar," kata Nurdin Basirun saat dihadirkan sebagai saksi untuk kasus suap penerbitan Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (3/1/2020).

Baca: 4 Hari Lagi Warga Riau Nikmati Gerhana Matahari Cincin, Pemkab Siak Anggarkan Rp 1 Miliar Lebih

Dia mengaku hanya menandatangani dan tidak membaca surat izin tersebut.

Dia mempercayai Edy Sofyan, selaku kepala dinas. 
Selain Edy Sofyan, dia juga menerima masukan dari staf dan biro hukum Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau terkait kebijakan yang dibuat.

"Saya sampaikan sesuai aturan saja. Kata Pak Edy, diskresi," ujar Nurdin.

Sementara itu, menanggapi keterangan dari Nurdin Basirun, hakim anggota, Agus Salim, mempertanyakan sosok Nurdin Basirun yang notabene adalah seorang gubernur lulusan S3.

Menurut hakim, Nurdin merupakan seorang gubernur, tetapi tidak membaca setiap kebijakan yang dibuatnya.

"Saudara S3 administrasi. Doktor administrasi. Diberitahu ini diskresi apa tanggapan saudara?" tanya Agus Salim kepada Nurdin Basirun.

Baca: Inilah Kepala Daerah yang Tercokok KPK Lewat Gelar OTT

Nurdin Basirun menjelaskan adanya diskresi membuatnya dapat membuat keputusan untuk memudahkan pengusaha agar dapat berinvestasi di Kepulauan Riau.

"Ini celah untuk mengambil keputusan. Saya langsung menandatangani supaya investasi," kata Nurdin.

Lalu, Agus Salim meragukan kemampuan akademik dari Nurdin Basirun.

Dia mempertanyakan apakah pada saat dimintai keterangan untuk pembuatan berita acara pemeriksaan (BAP) yang bersangkutan berada di bawah tekanan.

"Tidak mencerminkan doktor administrasi. Tidak sama saat di BAP. Apa pada saat di BAP ada paksaan," kata Agus Salim.

"Tidak," jawab Nurdin singkat.

Di akhir percakapan, Agus Salim akan mempertimbangkan keterangan Nurdin Basirun dalam kapasitas sebagai saksi.

Selain Nurdin Basirun, di persidangan pada Jumat ini menghadirkan dua orang saksi, yaitu seorang pegawai negeri sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, Aulia Rahman dan sopir Edy Sofyan, Salihin.

Untuk diketahui, Gubernur Nonaktif Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, didakwa menerima uang senilai Rp 45 juta dan 11 Ribu Dollar Singapura terkait penerbitan Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di lokasi lahan laut Piayu Laut, Piayu Batam, Kepulauan Riau.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Rabu (4/12/2019).

JPU pada KPK menyebutkan Nurdin Basirun menerima suap melalui Edy Sofyan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau dan Budy Hartono, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau.

Uang itu bersumber dari pengusaha asal Kepulauan Riau, Kock Meng, serta dua orang nelayan, Johanes Kodrat dan Abu Bakar.

JPU pada KPK menjelaskan, Nurdin dalam kapasitas sebagai gubernur menerbitkan Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut Nomor: 120/0796/DKP/SET tanggal 7 Mei 2019 tentang permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di lokasi lahan laut Piayu Lautn Piayu Batam atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 ha.

Lalu, Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut Nomor:120/0945/DKP/SET tanggal 31 Mei 2019 tentang permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di Pelabuhan Sijantung Jembatan Lima atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 ha.

Dan rencana memasukkan kedua izin prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Perda RZWP3K.

Atas perbuatan itu, terdakwa diancam pidana menurut Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini