News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Laut Natuna Diklaim China

Jadi Dasar China Mengklaim Natuna, Apa Itu Nine-Dash Line?

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI Laut Natuna - Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Ranai memusnahkan 2 buah barang bukti berupa KIA Vietnam pelaku illegal fishing di Perairan Pulau Tiga Natuna, Kepulauan Riau dengan cara ditenggelamkan, Minggu (3/3/2019) sore.(DOK TNI AL)

Sembilan Garis Putus tidak menjorok hingga laut teritorial Indonesia.

Namun bila berbicara di wilayah hak berdaulat yaitu sovereign rights (bukan sovereignty) baik di ZEEI maupun Landas Kontinen Natuna Utara maka Sembilan Garis Putus memasuki dua wilayah tersebut.

Perlu dipahami dalam hukum laut internasional dibedakan antara sovereignty dengan sovereign rights.

Sovereignty merujuk pada konsep kedaulatan yang di laut disebut Laut Teritorial (Territorial Sea).

Sementara sovereign rights bukanlah kedaulatan.

"Sovereign rights memberikan negara pantai untuk mengeksploitasi dan mengelola sumber daya alam di wilayah laut lepas tertentu (zona ekonomi ekslusif) atau yang berada di bawah dasar laut (landas kontinen)," jelasnya.

4 Sikap Tegas Indonesia

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan empat poin sikap pemerintah Indonesia atas masuknya sejumlah kapal nelayan dan Coast Guard Cina ke Perairan Natuna sejak beberapa hari lalu.

Sikap tersebut disampaikan secara tegas usai Rapat Paripurna Tingkat Menteri yang bertujuan untuk menyatukan dan memperkuat posisi Indonesia dalam menyikapi situasi di Perairan Natuna di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Jumat (3/1/2020).

Rapat tersebut dipimpin oleh Menko Polhukam Mahfud MD dan dihadiri oleh Panglima TNI Mersekal TNI Hadi Tjahjanto, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Siwi Sukma Adji, Kepala Bakamla Laksamana Madya A Taufiqoerrahman, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Pertama, Retno menegaskan kembali telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Kedua, Retno menegaskan wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut yakni UNCLOS 1982.

Ketiga, Retno menegaskan Tiongkok merupakan salah satu pihak dalam UNCLOS 1982. Oleh karena itu Retno menagaskan Tiongkok wajib untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982.

"Keempat, Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line, klaim sepihak, yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," tegas Retno.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini