TRIBUNNEWS.COM - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj mendesak Pemerintah Indonesia tidak bersikap lembek dalam menghadapi persoalan Natuna.
PBNU meminta pemerintah bersikap tegas terhadap China, meski merupakan investor terbesar ketiga di Indonesia.
"Kita tidak boleh diam, kita harus bersikap keras sesuai dengan prinsip kemerdekaan kita," kata Aqil dalam tayangan yang diunggah di kanal YouTube MetroTV News, Selasa (7/1/2020).
"Tidak boleh kita negosiasi atau lembek, atau tenang-tenang saja. Nggak boleh!" tegas Aqil.
Dikutip dari Kompas.com, Aqil menyatakan Kepulauan Natuna masuk dalam 200 mil laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang telah diratifikasi sejak 1994.
Oleh sebab itu, menurut Aqil, tindakan coast guard China mengawal kapal nelayan berbendera China di Natuna sebagai bentuk provokasi politik yang tidak bisa diterima.
Aqil pun meminta Pemerintah China berhenti melakukan tindakan provokatif atas kedaulatan wilayah Perairan Indonesia yang telah ditetapkan oleh United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Aqil menungkapkan, penolakan China terhadap keputusan tersebut merupakan bentuk nyata pelanggaran terhadap norma dan konvensi internasional.
"Karena itu, NU mendukung sikap tegas pemerintah Indonesia terhadap China, dalam hal ini yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri dan Bakamla," ujar Aqil.
Tak hanya itu, Aqil juga mendukung penuh usaha untuk mengusir dan menenggelamkan kapal-kapal asing yang melakukan aktivitas ilegal di seluruh Perairan Indonesia.
Tanggapan Mahfud MD Soal Natuna
Menteri Koordinasi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD menegaskan akan menambah kekuatan jika China masih datang ke Natuna.
"Kita usir, kita halau, kok masih bandel kita tambah kekuatan lagi," ujar Mahfud MD dalam acara Prime Talk yang kemudian diunggah di kanal YouTube MetroTV News, Senin (6/1/2020).
Menurut Mahfud MD, Presiden Jokowi telah mengintruksikan jajarannya untuk tidak melakukan tawar-manawar dengan China.