TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menegaskan, kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Hal itu disampaikan Jokowi saat bertolak ke Natuna dan bertemu dengan ratusan nelayan di sana.
Pernyataan Jokowi itu menegaskan, klaim China atas teritori wilayah Natuna: salah.
"Kedaulatan itu tidak bisa ditawar-tawar," ujar Jokowi di Natuna, Kepulauan Riau, Rabu (8/1/2020), dikutip dari YouTube Kompas TV.
Jokowi menjelaskan, wilayah kepulauan Natuna yang diklaim China, masuk dalam teritori Indonesia.
Ia mengungkapkan, di Natuna memiliki pemimpin pemerintah, sehingga Natuna adalah bagian dari Indonesia.
"Natuna ini adalah teritorial Indonesia, kita punya kabupaten di sini, ada bupatinya, ada gubernurnya," jelas Jokowi.
"Penduduk kita di sini ada 81 ribu," lanjutnya.
Sehingga, ia dengan tegas menyebut Natuna adalah wilayah di Indonesia.
"Jadi tidak ada yang diperdebatkan lagi, de facto de jure, Natuna adalah Indonesia," tegas Jokowi.
Nama Natuna mendadak ramai dibicarakan setelah China mengklaim hak di perairan Natuna yang masuk di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia.
Kapal asing sebenarnya boleh lalu lalang di perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia, yaitu perairan yang membentang hingga 200 mil dari titik pangkal.
Hanya saja dilarang mengambil sumber daya laut di wilayah ini.
Tiap tahun, produksi ikan pelagis mencapai 621 ribu 500 ton, ikan demersal 334 ribu 800 ton, pelagis besar 66 ribu 100 ton, dan ikan karang 21 ribu 700 ton.
Ditambah dengan produksi udang 11 ribu 900 ton, cumi-cumi 2 ribu 700 ton dan lobster 500 ton per tahun.
Namun, selama ini, dari 20 ribu nelayan di Natuna, hanya 0,5 persen saja yang punya sarana untuk bisa melaut hingga teritorial ZEE Indonesia.
Sementara China menegaskan, mereka siap bekerja sama dengan Indonesia untuk menyelesaikan masalah di perairan Natuna.
Mengutip Kompas.com, Jokowi ingin memastikan adanya penegakan hukum dan hak berdaulat Indonesia atas sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) perairan Natuna.
"Saya ke sini juga ingin memastikan penegakan hukum atas hak berdaulat kita, hak berdaulat negara kita Indonesia atas kekayaan sumber daya alam laut kita di zona ekonomi eksklusif," kata Jokowi di Pangkalan Angkatan Laut Terpadu Selat Lampa, Rabu (8/1/2020).
Terkait dengan insiden masuknya kapal China ke perairan Natuna yang banyak diberitakan belakangan ini, Jokowi menjelaskan, tidak ada kapal yang memasuki teritorial Indonesia.
"Enggak ada yang masuk teritorial kita. Tadi saya tanyakan ke Panglima TNI, tidak ada," kata Jokowi.
Menurutnya, kapal China itu hanya masuk zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, bukan laut teritorial Indonesia.
Di zona tersebut, kapal internasional memang dapat melintas dengan bebas.
"Yang ada (kapal asing) hanya masuk ke zona ekonomi eksklusif. Itu lewat semua kapal bisa," katanya.
Meski demikian, di zona tersebut Indonesia memiliki hak atas kekayaan alam di dalamnya dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya.
Oleh karena itu, apabila terdapat kapal asing yang memanfaatkan kekayaan alam di dalamnya secara ilegal, maka Indonesia memiliki hak berdaulat untuk menangkap atau menghalau kapal asing tersebut.
"Kenapa di sini hadir Bakamla dan Angkatan Laut? Untuk memastikan penegakan hukum yang ada di sini," tegas Jokowi.
Masih melansir Kompas.com, presiden didampingi oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Situasi di perairan Natuna dalam beberapa hari terakhir memanas setelah kapal pencari ikan dan coast guard milik China berlayar di kawasan tersebut.
Diketahui, perairan Natuna berdasarkan Konvensi United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Sehingga, pemerintah Indonesia mencoba jalur diplomasi untuk menyelesaikan masalah ini dengan melayangkan nota protes terhadap China melalui duta besar yang ada di Jakarta.
Sementara itu, TNI dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI terus disiagakan di perairan Natuna yang masuk dalam Provinsi Riau untuk memantau kondisi di sana.
(Tribunnews.com/Nuryanti) (Kompas.com/Ihsanuddin)