News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Komisioner KPU Terjaring OTT KPK

Pasca OTT KPK, Ini 3 Langkah yang Harus Dilakukan KPU

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. Wahyu Setiawan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan upaya membantu Harun Masiku sebagai PAW anggota DPR RI yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dengan uang operasional sebesar Rp 900 juta. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Visi Integritas Ade Irawan mengatakan pasca operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan, ada tiga langkah penting yang harus dilakukan oleh KPU.

"Langkah ini penting untuk mengembalikan citra dan kepercayaan KPU di mata publik dan sekaligus mencegah praktik korupsi ini kembali terulang," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Minggu (12/1/2020).

Pertama, KPU harus kooperatif terhadap proses penyidikan yang dilakukan KPK. Pihak KPU harus membuka akses seluas-luasnya bagi KPK untuk mendapatkan dokumen, keterangan atau informasi lain yang diperlukan demi penuntasan kasus korupsi yang menimpa Wahyu Setiawan.

Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. Wahyu Setiawan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan upaya membantu Harun Masiku sebagai PAW anggota DPR RI yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dengan uang operasional sebesar Rp 900 juta. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

"Tanpa dilakukan penggeledahan pun, pihak KPU sebaiknya secara pro aktif atau sukarela memberikan dokumen atau informasi yang diminta oleh penyidik KPK," katanya.

Kedua, melakukan evaluasi internal terhadap aturan dan implementasi kode etik dan pedoman perilaku serta fungsi pengawasan di internal KPU.

Jika diperlukan KPU dapat membuat aturan internal yang lebih rinci sebagai turunan dari Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggaraan Pemilu untuk menutup celah bagi staff atau komisioner KPU untuk melakukan tindakan tercela atau koruptif.

Fungsi pengawasan internal sebaiknya tidak saja hanya mengawasi kerja administrasi dan keuangan namun juga berfokus pada perilaku dari staf dan komisioner KPU.

Baca: Upaya Hukum Berpotensi Digugat, Akademisi: KPK Harus Tertib Administrasi

Baca: OTT KPK di Awal Tahun Jangan Sampai Cacat Prosedur

"Perlu dibuat whistle blowing system di internal KPU dan tim khusus yang menangani dan menindaklanjuti setiap informasi atau laporan yang terkait dengan dugaan pelanggaran etik atau indikasi korupsi," ungkapnya.

Ketiga, menerapkan kebijakan anti suap di lingkungan KPU sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO 37001 tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan. SNI ISO 37001:2016 dirancang untuk membantu lembaga dalam mecegah, mendeteksi dan menangani kasus penyuapan.

"Standar ini juga akan membantu organisasi seperti KPU untuk mewujudkan tatakelola organisasi yang berintegritas, transparan, akuntabel dan profesional," tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini