TRIBUNNEWS.COM - Kapal milik China pergi dari Perairan Natuna setelah diusir oleh tiga kapal perang Republik Indonesia.
Tiga kapal perang Indonesia itu terdiri dari KRI Karel Satsuit Tubun (356), KRI Usman Harun (USH) 359, dan KRI Jhon Lie 358.
Hal tersebut disampaikan oleh Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I), Laksdya TNI Yudo Morgono.
Yudo Margo mengatakan, keberhasilan Indonesia dalam mengusir kapal China dari Perairan Natuna itu hasil operasi yang dilakukan pesawat intai maritim Boeing 737 AL-7301 milik TNI AU.
Pesawat intai maritim milik TNI AU tersebut melakukan pengawasan di Perairan utara Natuna dan sekitarnya.
Saat operasi tersebut berlangsung, terlihat 30 kapal ikan China bersama kapal coast guard-nya memasuki perairan utara Laut Natuna.
Menurut Yudo, awalnya kapal China itu sempat menolak untuk meninggalkan Perairan Natuna.
"Meski agak sedikit membandel, namun kapal-kapal China tersebut akhirnya mau meninggalkan Perairan utara Laut Natuna hingga keluar dari ZEE Indonesia," kata Yudo, dikutip dari Kompas.com, Senin (13/1/2020).
Ia menambahkan, dalam operasi pengusiran tersebut, ketiga KRI berhasil mengusir kapal ikan China yang sedang menebar jaringnya.
Yudo tak mau perbuatan kapal China yang mencuri ikan di Perairan Natuna itu akan membuat buruk hubungan Indonesia dengan China.
"Kami juga tidak mau gara-gara KIA asal China yang melakukan pencurian ikan di Laut Natuna bagian utara dan sekitarnya, membuat hubungan pemerintah Indonesia-China terganggu," jelasnya.
Kemudian, Laksdya TNI Yudo Morgono menegaskan, apabila kapal China kembali lagi maka pihaknya akan mengambil langkah tegas.
Hal itu ia sampaikan sesuai dengan perintah Presiden Jokowi yang meminta kapal asing yang masuk Perairan Indonesia agar ditangkap.
Selain itu, nantinya kapal-kapal yang mencuri ikan itu nantinya akan diproses berdasarkan hukum yang berlaku.
"Sesuai perintah Presiden Joko Widodo, kapal-kapal tersebut akan ditangkap dan diproses secara hukum," ujar Yudo, dikutip dari Kompas.com, Senin (13/1/2020).
Sebelumnya, Pakar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menyampaikan, banyak kalangan internasional mempertanyakan langkah pemerintah Indonesia yang menghadirkan KRI di wilayah Perairan Natuna Utara.
Menurutnya, kapal- kapal perang tersebut berada di wilayah ZEE Indonesia dan bukan di wilayah kedaulatan Indonesia.
Ia berujar, wilayah kedaulatan merupakan kawasan yang berada dalam jangkauan hingga 12 mil dari bibir pantai, sedangkan ZEE mencapai 200 mil.
"Sebenarnya, mohon maaf, orang banyak yang kaget di luar negeri, kok AL banyak berada di ZEE. Karena biasanya itu kapal-kapal sipil," kata Hikmahanto di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (12/1/2020), dikutip dari Kompas.com.
Hikmahanto menambahkan, fungsi kapal TNI AL di sana tidak hanya sebagai penegak kedaulatan, tetapi juga sebagai penegak hukum.
"Kalau mau tandingi dari China, coast guard ini, ya kapal TNI AL. Tapi dunia internasional pandang ini aneh, kok kapal militer di situ," ujarnya.
"Tapi saya sebagai orang Indonesia akan mengatakan bahwa kapal TNI AL itu tidak hanya berperan sebagai penegak kedaulatan, tetapi juga penegak hukum," lanjutnya.
Lali, Hikmahanto yakin bahwa persoalan ini tidak akan terlalu berdampak serius terhadap hubungan antara Indonesia dengan China.
Menurutnya, baik kapal Bakamla maupun TNI AL yang bertugas dalam patroli tersebut, sama-sama telah mengetahui prosedur dan ketetapan yang berlaku.
Ia menyampaikan, hal itu terbukti tidak adanya penggunaan alutsista untuk menyerang kapal coast guard maupun kapal nelayan asal China.
(Tribunnews.com/Nuryanti) (Kompas.com/Hadi Maulana/Dani Prabowo)