Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu), Mahendra Siregar menegaskan tidak akan ada negosiasi terkait pelanggaran kapal asing di perairan Natuna.
"Tidak ada negosiasi!" ujar Wemenlu di kompleks Parlemen, Senin (20/1/2020).
Mahendra Siregar menjelaskan posisi Indonesia sudah jelas sesuai perjanjian hukum Internasional.
"Posisi kita jelas dan diakui hukum internasional, UNCLOS 82, tidak ada keperluan untuk negosiasi kawasan ZEE Indonesia," ujarnya.
Baca: Moeldoko Sebut Pandangan Negatif Terhadap Omnibus Law Akibat Simpang Siur Substansi
Sebelumnya diberitakan Menkopolhukam Mahfud MD bertemu dengan Duta Besar China untuk Indonesia, Xiao Qian, Kamis (16/1/2020).
Keduanya juga membahas terkait Natuna.
Dalam pertemuan tersebut Menkopolhukam juga menegaskan sikap untuk menjaga kedaulatan.
Ditemui usai pertemuan dengan Mahfud MD, Dubes Cina mengatakan dalam salah satu artikel meskipun hubungan Indonesia-Cina berjalan baik, namun masih ada perbedaan pandangan.
Baca: Menteri Pertahanan Prabowo Subianto Mengaku Sudah Membentuk Tim Investigasi Terkait Kasus Asabri
Hal tersebut menurutnya tidak jadi masalah.
Kedua negara dapat melakukan dialog untuk mencari solusi dari masalah.
"Itu tidak masalah. Kita bisa menjadi teman baik, menjadi tetangga yang baik. Kita bisa mendiskusikan, membicarakan tentang apa pun dalam hubungan pertemanan. Dan kami bisa bedialog dan berbicara tentang bagaimana mencari solusi dari masalah ini dengan jalan yang proper," ungkap Qian.
Kritik politikus PKS
Anggota Komisi I DPR RI dari fraksi PKS, Sukamta, mengkritik Standard Operating Procedure (SOP) Indonesia menyikapi kapal-kapal Cina di perairan Natuna Utara.
Menurut Sukamta, kapal-kapal Cina telah melakukan pelanggaran di wilayah Indonesia.
Ia pun menilai, selama ini SOP yang dijalankan pemerintah Indonesia hanya menggunakan pengeras suara melalui kapal coast guard Indonesia.
Imbauan itu hanya meminta kapal-kapal asing meninggalkan perairan Indonesia.
Baca: Diingatkan PKS Karena Sering Kunker ke Luar Negeri, Prabowo: Memang Kita Butuh Berkeliling
Hal itu disampaikan Sukamta dalam diskusi bertajuk 'Sengketa Natuna dan Kebijakan Kelautan' di kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (20/1/2020).
"Standar kepada pelanggar wilayah berdaulat, sampai hari ini SOP tidak jelas. Misalnya coast guard banyak memperingatkan dengan pengeras suara," kata Sukamta.
Ia menilai, SOP pemerintah Indomesia tidak jelas.
Bahkan, menurutnya, SOP itu terkesan lemah menyikap kapal-kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia.
Baca: Sikapi Kasus Natuna, Fadli Zon: Diplomasi Harus Jalan, Eksistensi Fisik Secara Militer Juga Jalan
"Indonesia, SOP itu tidak jelas sampai hari ini. Saya melihatnya, daripada teriak-teriak, lebih baik didekati saja, terus tabrak," ucapnya.
Ia lantas membandingkan SOP Indonesia dengan Vietnam ketika menyikapi kapal-kapal yang melanggar hak berdaulat.
Di Vietnam, kata Sukamta, kapal pelanggar hak berdaulat ditindak keras.
Bahkan, kapal coast guard Vietnam menabrak kapal yang masuk ke wilayah hak berdaulat mereka.
"Jadi, yang dilakukan itu coast guard Vietnam menabrak kapal nelayan. Dengan begitu, kapal nelayan China pergi dari wilayah Vietnam," jelasnya.
Kedaulatan tak bisa ditawar
Rapat Kerja antara Komisi I DPR dengan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar selesai digelar.
Berdasarkan pantauan, rapat tersebut digelar secara tertutup selama kurang lebih 6 jam dan berakhir sekira pukul 16.05 WIB.
Ditemui usai rapat, Menhan Prabowo Subianto mengatakan semua pihak memiliki pemahaman yang sama bahwa kedaulatan merupakan hal yang tidak bisa ditawar.
Baca: China Ngamuk Kapal Induk US Navy Berlayar di Selat Taiwan, Karma?
Hal tersebut merujuk kepada klaim sepihak pemerintah Cina atas wilayah Perairan Natuna Utara, Kepulauan Riau.
"Saya kira ada suatu pemahaman bersama bahwa kedaulatan itu memang tidak bisa ditawar menawar," ujar Prabowo Subianto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020).
Ketua Umum Partai Gerindra ini mengatakan untuk menjaga kedaulatan diperlukan upaya khusus, berupa pertahanan yang kuat.
Baca: Sikapi Kasus Natuna, Fadli Zon: Diplomasi Harus Jalan, Eksistensi Fisik Secara Militer Juga Jalan
Ia menyebut dalam menguatkan pertahanan diperlukan investasi.
"Kedaulatan itu memerlukan upaya khusus, kedaulatan dan kemerdekaan itu harus dipertahankan dan pertahanan itu butuh investasi," ujarnya.
Kepada para pewarta, Prabowo mengungkapkan selain kapal Cina ada beberapa kapal negara lain yang masuk wilayah Indonesia tanpa izin.
Namun, ia enggan menyebutkan nama negara tersebut.
"Saya cukup sebut beberapa negara," ujar Prabowo.
Baca: Gerindra Tanggapi Kritik PKS soal Prabowo ke Luar Negeri, Minta PKS agar Tak Genit
Karena itu, Prabowo mengungkapkan rapat dengan Komisi I DPR juga menyetujui untuk memperbaharui alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Hal itu agar Indonesia mampu menjaga kedaulatan wilayahnya dari ancaman negara lain.
"Meningkatkan pertahanan tentunya kita perlu modernisasi alutsista kita memperbaiki yang kita punya. Supaya kita punya kemampuan menegakkan kedaulatan kita," kata Prabowo.
Fadli Zon Tegaskan pentingnya upaya diplomasi dan militer
Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon menyatakan sikapnya terkait kasus kapal coast guard China yang memasuki wilayah perairan Natuna.
Fadli Zon menegaskan diplomasi harus tetap dijalankan seiring dengan persiapan fisik secara militer.
"Menurut saya tegas diplomasi harus jalan tapi eksistensi fisik kita secara militer di wilayah itu juga berjalan. Tidak bisa hanya diplomasi, tidak bisa hanya militer," ujar Fadli Zon, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020).
Baca: Diundang KSAU, Perakit Pesawat Terbang Asal Pinrang Diajak Joyflight Hingga Injakkan Kaki di Istana
Fadli Zon mengatakan pemerintah memang harus berusaha semaksimal mungkin menghindari terjadinya konfrontasi dengan China.
Namun, di sisi lain, ia menilai pemerintah harus mempersiapkan diri untuk perang.
Politikus Gerindra tersebut juga mengatakan pemerintah tak perlu bernegoisasi karena UNCLOS 1982 sudah memutuskan bahwa itu masuk dalam perairan Indonesia.
Baca: Ungkit Konflik Natuna, Rocky Gerung Sayangkan Pengusiran Kapal China: Pencuri Harusnya Ditangkap
"Tetapi kita harus prepare for the war untuk mempertahankan kedaulatan laut atau wilayah kita, jangan sampai kemudian kita dilecehkan. Jadi diplomasi juga penting, jalan hard atau offensive diplomasi juga sangat penting," kata dia.
"Itu jadi klaim sepihak Cina dan menurut saya itu adalah satu klaim primitif yang kita harus lawan. Tidak bisa tidak untuk itu," tambah Fadli Zon.
Prabowo bahas soal Natuna dengan DPR
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menghadiri rapat kerja (raker) bersama Komisi I DPR, Senin (20/1/2020).
Prabowo tiba di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta sekira pukul 10.05 WIB.
Ia mengenakan kemeja berwarna biru muda dipadukan dengan jas dan celana yang sama-sama berwarna putih agak krem.
Saat ditanya pewarta terkait rapat hari ini, Ketua Umum Partai Gerindra ini mengatakan ada beberapa hal yang akan dibahas.
Baca: Prabowo Kunjungi 7 Negara Sejak jadi Menhan, Dikritik PKS dan Yunarto Wijaya, Dibela Gerindra
Satu diantaranya permasalahan Perairan Natuna yang sempat diklaim sepihak oleh pemerintah Cina.
"Materinya tentang, saya kira banyak beberapa masalah. Saya kira pasti dibicarakan mungkin Natuna, pembangunan kekuatan, beberapa masalah, tapi dengan menteri-menteri lain kan," kata Prabowo sebelum rapat.
Menurut agenda, rapat Komisi I DPR hari ini akan dihadiri oleh Menter Luar Negeri, Panglima TNI, dan Kepala Bakamla.