TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai pembahasan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tertutup bagi buruh.
Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan, aturan usulan inisiatif dari pemerintah itu hanya mementingkan pelaku usaha.
"Proses Omnibus Law ini tidak dilalui. Ini undang-undang sangat tertutup, penuh rekayasa dan hanya ingin mementingkan sekelompok orang saja dalam hal ini kawan-kawan pengusaha," tegas Said dalam diskusi bertajuk 'Omnibus Law Bikin Galau?' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/1/2020).
Baca: DPR: RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Belum Final
Baca: KSPI Khawatir Upah Per Jam di RUU Omnibus Law Jadi Akal-akalan Pengusaha
Baca: Pelajari Omnibus Law, DPR Bakal Studi Banding ke Amerika Serikat?
Meski belum menerima draf resmi RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Said menguraikan ada enam poin yang bakal merugikan buruh jika RUU itu diterapkan.
Enam poin itu antara lain terkait hilangnya upah minimum diganti upah per-jam, hilangnya pesangon, diperbolehkan outsourcing dan pekerja kontrak tanpa batas, tenaga kerja asing, jaminan pensiun dan kesehatan dihilangkan hingga sanksi pidana pengusaha yang melanggar aturan ketenagakerjaan dihilangkan.
Kendati demikian, Said menyebut pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan pihak-pihak terkait dan menyampaikan keberatan dari 6 poin itu pada Senin (20/1/2020) lalu.
Pihak-pihak terkait itu, disebutkan Said, antara lain Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Ketenagakerjaan.
"Memang kami meminta agar terjadi dialog terhadap pembahasan isi pasal Omnibus Law. Pertemuan itu di salah satu hotel di Jakarta Selatan terjadi sebelum 20 Januari yang lalu. Di situ emang akhirnya kami menyampaikan 6 alasan mengapa serikat buruh menolak adanya Omnibus Law," katanya.
Saat ini, sebanyak empat RUU Omnibus Law telah masuk Prolegnas 2020. Empat RUU omnibus law yaitu, RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Perpajakan, RUU Ibu Kota Negara, dan RUU Keamanan Laut.
Khusus RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sampai saat ini masih menjadi pro kontra oleh sejumlah pihak. Kelompok buruh misalnya, aturan itu dinilai lebih menguntungkan korporasi.
Di sisi lain, kelompok pengusaha menilai aturan itu bisa berdampak positif bagi perekonomian karena memperluas lapangan kerja.
Isu besar di Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini ada di klaster pertama yaitu Penyederhaan Perizinan Berusaha.
Klaster ini terbagi atas 18 sub klaster, yakni Lokasi, Lingkungan, Bangunan Gedung, Sektor Pertanian, Sektor Kehutanan, Sektor Kelautan Perikanan, Sektor ESDM, Sektor Ketenaganukliran, Sektor Perindustrian, Sektor Perdagangan, Sektor Kesehatan Obat dan Makanan, Sektor Pariwisata, Sektor Pendidikan, Sektor Keagamaan, Sektor Perhubungan, Sektor PUPR, Sektor Pos dan Telekomunikasi, Sektor Pertahanan dan Keamanan.