TRIBUNNEWS.COM - Penyebaran virus corona masih menjadi perhatian publik hingga saat ini.
Menurut China's National Health Commission (NHC), 2.881 orang dinyatakan terjangkit virus corona.
Sementara, 81 orang tewas akibat virus ini.
Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) masih terisolasi di China lantaran merebaknya virus corona.
Secara eksklusif, kepada Tribunnews.com, sejumlah WNI menceritakan apa yang mereka hadapi di China saat ini.
Merasakan Tekanan Psikologis
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia Tiongkok (PPIT) cabang Wuhan, Nur Mussyafak, mengaku merasakan tekanan psikologis.
"Hanya ada tekanan psikologinya jadi ada rasa kekhawatiran."
"Karena dari keluarga sering menanyakan keadaan," ujar Nur kepada Tribunnews melalui pesan teks berbalas, Minggu (26/1/2020) malam.
Kendati demikian, Nur menyebutkan hingga saat ini mahasiswa Indonesia di Wuhan tidak ada yang terjangkit virus corona.
Menurutnya, para mahasiswa berada di asrama dengan keadaan yang sehat dan aman.
"Untuk teman-teman di Wuhan alhamdulillah tidak ada yang terjangkit virus corona."
"Teman-teman masih berada di asrama, masih dalam keadaan aman," ujarnya.
Hal senada diungkapkan mahasiswa S2 di China University of Geosciences Wuhan Rio Alfi.
Rio menyebut psikologis WNI agak mengalami down.
"Psikologis agak down karena nggak tahu sampai kapan terisolasi," ucapnya, Senin (27/1/2020) siang.
Rio juga menyebutkan seperti apa informasi dari luar tidak bisa sepenuhnya diterima.
"Kalau di sini kan informasi keluar masuk dibatasi, nggak bisa sembarangan, jadi ada satu pintu berita dari pihak kampus yang dibagikan," ujarnya.
Stok Logistik Menipis dan Harga Masker Mencapai Rp 100 ribu Lebih
Sementara itu soal logistik, Rio menyebut sudah tidak bisa lagi keluar untuk berbelanja sendiri.
Ia pun mengaku stok makanannya sudah menipis.
"Kalau kekurangan logistik pihak kampus akan kirimkan dan kita harus bayar, memang lebih mahal tapi stok sudah menipis," ucapnya.
Tak berbeda dengan Rio, stok makanan milik para mahasiswa mulai menipis.
Hal itu dikarenakan tidak semua supermarket membuka gerainya.
"Iya benar (stok makanan menipis), soalnya hanya beberapa supermarket saja yang buka," jelasnya.
Sementara itu, pada Tribunnews.com, hal lain diungkapkan oleh Arief, seorang Mahasiswa MBBS (kedokteran umum) dari Sidoarjo Jawa Timur yang terisolasi di Jingzhou, Xiangyang.
Ia mengatakan saat ini masyarakat di daerahnya kekurangan masker.
Kondisi tersebut mengakibatkan harga masker naik.
"Kami kekurangan masker, harga masker sudah mencapai 100 yuan (sekitar Rp 190 Ribu)," terangnya, Senin (27/1/2020).
Bantah Wuhan Seperti Kota Mati
Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia Tiongkok (PPIT) cabang Wuhan, Nur Mussyafak membantah kondisi di Wuhan, China seperti kota mati.
Sebelumnya, banyak pemberitaan yang menyebutkan hal itu karena banyaknya akses transportasi yang ditutup untuk sementara waktu guna mengurangi resiko penyebaran virus corona.
Menurut Nur, keadaan Kota Wuhan hanya lebih sepi dari biasanya.
"Memang lebih sepi dari sebelumnya, namun kalau disebut kota mati agak serem ya," ujar Nur, seperti yang diberitakan Tribunnews.
"Soalnya disini masih ada kehidupan, seperti supermarket yang masih buka," sambungnya.
Ungkap Sulitnya Evakuasi
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, seorang mahasiswi jurusan kedokteran, Marina Febriana Chariah mengungkapkan, saat ini pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing belum bisa mengevakuasi seluruh warga negara Indonesia di China.
Marina mengungkapkan, kondisi Provinsi Hubei, sudah dikunci oleh pemerintah China.
Sehingga, WNI yang berada di sana kesulitan untuk dievakuasi ke luar.
Kendati demikian, ia menyebutkan kondisinya dan kesembilan temannya yang juga WNI dalam keadaan baik.
"Sejauh ini KBRI mengusahakan adanya evakuasi, karena seluruh kota di provinsi hubei ini sudah di-lockdown," ujar Marina saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (27/1/2020).
"Jadi langkah-langkah untuk bisa mencapai proses evakuasi itu sangat susah," jelasnya.
Menurutnya, pihak KBRI telah mendata semua WNI yang berada di China untuk mempermudah proses evakuasi.
"Sekarang seluruh WNI sedang di data untuk mempermudah prosesnya," kata Marina.
"Pihak KBRI mengusahakan untuk berkomunikasi ke setiap kota untuk mencari jalan keluarnya," tambahnya.
Kemenlu Sebut Belum Memungkinkan Evakuasi
Dilansir dari Kompas.com, Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan, saat ini belum memungkinkan untuk mengevakuasi warga negara Indonesia ( WNI) dari Wuhan, China.
Hal itu lantaran Wuhan masih diisolasi karena merebaknya virus corona.
Pernyataan ini juga menanggapi rencana beberapa negara, seperti Jepang dan Amerika Serikat, yang hendak mengevakuasi warga mereka dari Wuhan.
"Hingga saat ini status Wuhan masih diisolasi, tidak bisa masuk ataupun keluar," kata Faizasyah, Senin (27/1/2020).
"Negara-negara tersebut (Jepang, Amerika Serikat) memang menyampaikan keinginan mengevakuasi, namun dari pantauan hingga saat ini masih belum dimungkinkan," lanjutnya.
Kendati demikian, menurut Faizasyah, pemerintah terus mengupayakan langkah-langkah terbaiknya.
Ia pun meminta WNI yang masih berada di Wuhan untuk bersabar karena pemerintah akan terus mencari opsi yang memungkinkan.
"Agar mereka (WNI yang berada di Wuhan) bersabar dan meyakini pemerintah terus berikhtiar," kata Faizasyah.
Kata Ahli Kesehatan Masyarakat di Hongkong
Dilansir dari Aljazeera, ahli kesehatan masyarakat senior di Hong Kong mengatakan jumlah sebenarnya orang yang terinfeksi virus corona baru ini kemungkinan sekitar 25.000 orang, secara signifikan lebih tinggi daripada jumlah kasus yang dikonfirmasi oleh China's NHC.
Gabriel Leung, kepala Fakultas Kedokteran Li Ka Shing di University of Hong Kong menyampaikan dalam konferensi pers bahwa penelitian timnya mengindikasikan bahwa ada kemungkinan sekitar 44.000 kasus pada tahap inkubasi di Wuhan.
Ia menambahkan, tingkat infeksi virus corona akan berlipat ganda setiap enam hingga tujuh hari.
"Ini berdasarkan computer modeling, bukan berarti itu akan terjadi tetapi dia mengatakan itu adalah perkiraan, semacam skenario terburuk," kata Adrian Brown dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Hong Kong.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta/Wahyu Gilang Putranto/Garudea Prabawati/Nuryanti) (Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)