Seperti diketahui, saat ini sudah ada Kementerian Sekretaris Negara, Kepala Staf Kepresidenan, dan Dewan Pertimbangan Presiden yang membantu kinerja presiden.
Selain itu, mereka juga tidak bekerja secara full time, alias tidak diwajibkan setiap hari untuk berkantor di istana.
Jokowi mengungkap ia sepenuhnya mengerti terkait kesibukan yang telah dimiliki sebelum menjadi staf khususnya.
Namun para staf khusus ini diharapkan dapat siap kapapun untuk melaporkan atau menyampaikan masukan terkait bidangnya masing-masing.
Diikutip dari Kompas.com, Meski tak bekerja penuh di Istana, mereka akan tetap mendapatkan gaji sebesar Rp 51 juta per bulan.
Namun menurut pakar hukum tata negara, Refly Harun, keberadaan stafsus tersebut hanya akan membebani anggaran negara yang lebih besar.
Karena ia menilai gaji tersebut tidak sebanding dengan pekerjaan para stafsus.
Selain itu, muncul kekhawatiran produktivitas mereka di masyarakat menurun lantaran bekerja sebagai stafsus.
Namun hal berbeda diungkapkan oleh Wakil Sekretaris Jenderal DPP PPP Achmad Baidowi. Menurut dia, gaji tersebut merupaka gaji yang layak diterima oleh para staf khusus itu.
Di sisi lain, stafsus milenial Jokowi ini kerap sekali mendampingi Presiden RI dalam melakukan kunjungan-kunjungan di berbagai daerah.
Omnibus Law
Omnibus law adalah sebuah konsep pembentukan undang-undang utama untuk menyasar isu besar dan dapat mencabut atau mengubah beberapa UU.
UU ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah.
Omnibus law pertama kali disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat pelantikan Presiden Indonesia 2019-2024 pada 20 Oktober 2019 lalu.
Di Indonesia, konsep onimbus law baru diterapkan pertama kali.
Dikutip dari Kompas.com, ada dua UU dengan konsep omnibus law yang akan digarap, yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Perpajakan.
Jokowi berharap, pembahasan dua RUU Omnibus Law ini bisa rampung dalam 100 hari kerja setelah drafnya diajukan pemerintah pada bulan Januari ini.
Sama seperti UU lainnya, penerbitan UU dengan konsep Onimbus Law ini juga harus disetujui bersama-sama dengan DPR.
Namun kalau dilihat di DPR dengan parpol pendukung pemerintah yang cukup mendominasi, maka mengesahkan dua UU ini tidak akan sulit.
Kendati demikian, ternyata pengesahan dua UU omnibus law ini mendapat penolakan keras dari sejumlah kalangan.
Satu diantaranya yakni para buruh.
Hal ini dikarenakan, UU Omnibus law Cipta Lapangan Kerja dinilai merugikan para pekerja.
Dalam menyuarakan penolakan tersebut, para buruh menggelar aksi besar-besaran di depan Gedung DPR pada Senin (20/1/2020).
Adapun untuk klaster Ketenagakerjaan yang selama ini menjadi perdebatan, poin-poin dalam omnibus law meliputi upah minimum, pemutusan hubungan kerja, pekerja kontrak, dan waktu kerja.
Dimana poin-poin tersebut dalam UU Omnibus Law dinilai tidak ramah dengan pekerja.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani) (Kompas.com/Dani Prabowo/Ihsanuddin/Mutia Fauzia)