Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Cendekiawan muslim Ulil Abshar Abdalla menilai pemerintah harus berperan aktif melindungi kaum minoritas dalam beribadah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ulil menanggapi penolakan pembangunan Gereja Paroki Santo Joseph Tanjungbalai, Karimun, Kepulauan Riau, oleh sekelompok massa.
Baca: Soal Pembangunan Terowongan Silaturahmi, PBNU: Saya Enggak Paham Apa Tujuannya
"Mestinya memang idealnya pemerintah memberikan jaminan yang pasti kepada kaum minoritas di Indonesia untuk memastikan semua orang berhak punya rumah ibadah," ujar Ulil di kantor PBNU, Jln Kramat Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (8/2/2020).
Menurut Ulil, secara kongkret perlindungan terhadap minoritas dapat dilakukan oleh pihak kepolisian dan pemerintah daerah.
Sejauh ini menurut Ulil, peran keduanya belum optimal dalam melindungi minoritas.
Dia menyebut pemerintah harus memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pembangunan rumah ibadah tidak akan mengancam pihak manapun.
"Terutama polisi harus memberikan proteksi kepada kelompok minoritas untuk membangun rumah ibadah. Selama ini menurut saya polisi ini ujung tombak dalam memberikan perlindungan. Menurut saya masih perannya belum ideal," tutur Ulil.
"Juga kepala daerah harus memberikan jaminan kepada semua umat beragama di daerahnya untuk bisa membuat rumah ibadah," tambah Ulil.
Baca: Wacana Bangun Terowongan Silaturahmi Masjid Istiqlal-gereja Katedral, PKB: Jangan Cuma Simbolik
Ulil menilai fakta yang terjadi di Indonesia saat ini sangat ironis ketika pembangunan pusat perbelanjaan lebih mudah dibanding rumah ibadah.
"Ironis di Indonesia membangun rumah dagang atau mall lebih mudah dari pada membangun rumah ibadah. Jadi ini agak ironis," pungkas Ulil.
FUIB desak Pemda cabut IMB gereja
Pembangunan Paroki Santo Joseph Tanjungbalai, Karimun, Kepulauan Riau diprotes sekelompok massa yang mengatasnamakan diri dari Forum Umat Islam Bersatu (FUIB).
Mereka menuntut supaya pemerintah Kabupaten Karimun mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gereja tersebut.
Baca: Wacana Bangun Terowongan Silaturahmi Masjid Istiqlal-gereja Katedral, PKB: Jangan Cuma Simbolik
Ketua Umum Vox Populi Institut Indonesia (Vox Point) Yohanes Handojo meminta pemerintah agar tidak menutup mata dengan kasus penolakan gereja yang dilakukan oleh sekelompok massa itu.
Ia menegaskan negara harus hadir dalam persoalan yang dihadapi 700 umat Katolik yang berada Paroki Santo Joseph Karimun.
Organisasi Katolik itu menyayangkan sekelompok massa yang mencoba menghalang-halangi renovasi gereja tersebut.
Yohanes Handojo mengungkapkan melalui pers rilis, Jumat, (07/02/2020), penolakan tersebut merupakan noda di tengah toleransi yang terus dirajut selama ini.
Ia mengatakan Indonesia adalah negara yang berasaskan Pancasila yang menjunjung tinggi perbedaan serta turut serta mengupayakan kerukunan.
"Di Indonesia diakui enam agama besar yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu serta berbagai aliran kepercayaan. Itu adalah hak konstitusi warga negara yang tidak bisa diganggu gugat" ucapnya.
Oleh karena itu ia menuturkan, kebebasan bagi setiap warga negaranya untuk memeluk agamanya masing-masing telah dijamin oleh undang-undang.
Ia menjelaskan apa yang terjadi di Karimun tidak mencerminkan kerukunan umat beragama.
Menurut Handojo, Gereja ini pada dasarnya sudah didirikan sebelum Indonesia merdeka yakni sejak 1928.
Selain itu Gereja paroki Santo Joseph itu juga telah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bernomor 0386/DPMPTSP/IMB-81/2019 tertanggal 2 Oktober 2019 yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Karimun.
Ia menambahkan alasan penolakan gereja tersebut juga tidak masuk akal.
Baik itu karena menyebabkan kemacetan maupun soal tinggi bangunan tersbut.
"Padahal pihak gereja juga dengan rendah hati mengikuti permintaan warga agar gereja yang direnovasi tersebut tingginya tidak melebihi tinggi dari rumah dinas Bupati. Tinggi gereja hanya 11,75 meter sementara rumah dinas bupati 12 meter," ucapnya.
Ia menuturkan, bahkan tidak seperti gereja pada umumnya, gereja itu juga sepakat untuk tidak menggunakan salib di luar gedung dan juga patung Bunda Maria.
“Negara harus hadir untuk menjamin kebutuhan warga negaranya dan tidak boleh diskriminatif. Negara juga tidak boleh kalah dan tunduk pada sekelompok orang yang mencoba merong-rong toleransi yang dirajut selama ini,” tegas Handojo.
Ia menegaskan, persoalan intoleransi di Indonesia butuh ketegasan pemerintah.
Pemerintah, kata dia, tidak lagi berada pada tataran wacana atau berimajinasi pada cita-cita kosong untuk membela rakyat yang haknya diintimidasi.
Menurutnya justru negara harus hadir membela dan memperjuangkan kebebasan umat beragama sesuai keyakinan dan kepercayaan masing-masing.
“Justru pada persoalan seperti ini kita minta kehadiran dan ketegasan pemerintah untuk membela rakyat. Kita cukupi wacana yang bombastis, tapi hadir di tengah kehidupan rakyat. Apalagi ketika rakyat sedang menghadapi persoalan yang bertentangan dengan ideologi Pancasila,” ujarnya.
Ia khwatir, ke depan rakyat Indonesia akan menghadapi hal yang sama jika persoalan seperti ini tidak mampu diselesaikan.
Untuk itu, ia meminta semua elemen masyarakat untuk bersatu agar tetap menjaga keutuhan NKRI dari berbagai ancaman perpecahan.
Secara khusus Handojo meminta pihak berwajib untuk dapat mengambil sikap tegas agar dapat menyelesaikan persoalan tersebut.
“Kami minta Kapolri, Menteri Agama, Menkopolhukam dan aparat pemerintah lainnya untuk tegas menyelesaikan persoalan ini agar tidak ada persoalan yang sama terjadi di tempat yang lain. Buktikan bahwa pemerintah membela rakyat, bukan malah diam ketika persoalan seperti ini terjadi di tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” tegas Handojo.
Handojo juga mendorong agar kasus tersebut yang saat ini sudah berada di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau dapat diselesaikan seadil-adilnya.
Ia berharap agar pengadilan bersikap objektif dan tidak boleh diintervensi oleh kelompok lain.
Baca: Pelabuhan Marako di Tanjung Balai Karimun Akan Bisa Disinggahi Kapal-kapal Besar
Ia juga meminta segenap umat Katolik untuk terus berdoa dalam penyelesaian kasus ini.
"Terutama bagi Romo Kristiono Widodo sebagai Pastor Paroki Santo Joseph Karimun yang tengah berjuang untuk menyelesaikan kasus ini," ucapnya.