Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nur Cholis Setiawan menjelaskan dasar penunjukannya sebagai pelaksana tugas (plt) Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Katolik Kementerian Agama.
Ia menyatakan dirinya ditunjuk sebagai Plt Dirjen Bimas Katolik sudah melalui kajian dan aturan yang berlaku.
Baca: Romo Benny Sambut Baik Niat Kemenag Gelar Lelang Jabatan Untuk Posisi Dirjen Bimas Katolik
Hal itu dikatakannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VIII DPR, Senin (10/2/2020).
Ia menjelaskan awalnya Plt Dirjen Bimas Katolik dijabat Dirjen Bimas Islam Kemenag Muhammadiyah Amin untuk memudahkan koordinasi.
Lalu Nur Cholis ditunjuk menggantikan Muhammadiyah Amin yang sedang sakit.
"Pertama, setelah Pak Eusabius Binsasi pensiun pada bulan Juni 2019 yang lalu, kemudian Pak Menag waktu itu menugasi atau memerintahkan kepada Dirjen Bimas Islam untuk menjadi Plt. Ini tentu pertimbangannya karena ruang kerja Ditjen Bimas Islam dengan Ditjen Bimas Katolik itu hanya beda tangga. Jadi untuk memudahkan koordinasi," katanya di Ruang Rapat Komisi VIII DPR, Senayan, Jakarta.
"Ketika awal Januari kemudian kami dipanggil oleh pimpinan, oleh Pak Menteri untuk memberikan pendapat, untuk meringankan kira-kira begitulah, tugas dari Dirjen Bimas Islam, karena satu dan lain hal sedang menderita sakit," lanjutnya.
Sesuai peraturan PP Nomor 11 Tahun 2017 dan Surat Edaran Kepala BKN, Nur Cholis menjelaskan eselon I di bawahnya diperbolehkan untuk menjabat sebagai Plt.
Selain itu, ia menyebut tiga pejabat eselon 2 di Ditjen Bimas Katolik tidak mungkin menjadi Plt lantaran sudah mengisi jabatan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Lebih lanjut, Nur Cholis mengatakan penunjukan dirinya sebagai Plt Dirjen Bimas Katolik karena dianggap posisinya sebagai Sekjen Kemenag bisa lebih fleksibel.
Baca: Seleksi Petugas Haji Kemenag Diikuti Lebih 7 Ribu Pendaftar
Kata dia, penunjukannya sebagai Plt hanya dengan surat perintah, bukan SK.
"Dari pertimbangan itulah yang saya sampaikan sebagai feeding kepada pimpinan kami Pak Menteri Agama ketika kemudian surat tugas atau istilahnya surat perintah, bukan SK, surat perintah pada Sekjen untuk melaksanakan tugas sebagai Plt Dirjen Bimas Katolik," pungkasnya.
Disambut positif pemuka agama
Rohaniawan Katolik Romo Benny Susetyo mendukung rencana Menteri Agama Fachrul Razi akan menggelar lelang jabatan untuk posisi Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbangan Masyarakat (Bimas) Katolik.
"Kita setuju dengan lelang jabatan untuk mengisi Dirjen Bimas Katolik. Ini terobosan yang bagus untuk mencari Dirjen memiliki kinerja dan kemampuan menjalankan tugas, menciptakan komunikasi antara pemerintah, pihak KWI dan keuskupan," ujar Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini kepada Tribunnews.com, Senin (10/2/2020).
Romo Benny menjelaskan, tantangan Dirjen Bimas Katolik akan lebih berat karena harus meningkatkan kualitas katolisitas era digital.
Baca: Nur Cholis Beberkan Kronologi Penunjukan Dirinya Jadi Plt Dirjen Bimas Katolik
"Maka Dirjennya diharapan memiliki visi menjadikan Katolik 100 persen menjadi Indonesia," kata Romo Benny.
Selain itu menurut Romo Benny, Dirjen Bimas Katolik juga punya fokus kepada pendidikan sekolah calon pastor dan Universitas Katolik yang bermitra dengan pemerintah.
Baca: Corona Bikin Hampir Semua Indikator Perdagangan di BEI Memerah, Kecuali Frekuensi Transaksi
Karena itu, Dirjen Bimas Katolik yang baru harus memiliki visi dan kemampuan menjalin komunikasi dengan para uskup dan awam.
"Dibutuhkan Dirjen memiliki skill dalam hal penataan organisasi dan memiliki mental pelayanan Gereja," jelasnya.
Lelang jabatan dimulai minggu depan
Menteri Agama Fachrul Razi mengungkapkan alasan mengangkat Nur Cholis sebagai pelaksana tugas (plt) Direktur Bimbangan Masyarakat (Bimas) Katolik.
Penunjukkan tersebut sempat menimbulkan pro dan kontra lantaran Nur Cholis beragama Islam.
Fachrul Razi mengatakan penunjukkan tersebut lantaran pejabat eselon I di lingkungan Bimas Katolik hanya ada satu orang.
Sementara yang lainnya merupakan pejabat eselon II dan III.
Baca: Sinopsis Film Fast and Furious 6 Aksi Kembalinya Dominic, Tayang di GTV Malam Ini Pukul 21.00 WIB
Jadi tidak mungkin pengganti Dirjen Bimas Katolik sebelumnya yakni Eusabius Binsasi, diambil dari Ditjen Bimas Katolik.
"Tidak ada (eselon I beragama Katolik). Ya kan selevel, kan ada aturannya. Katakanlah tidak boleh jabatan jenderal kemudian diisi mayor," kata Fachrul Razi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2020).
Untuk mengisi jabatan definitif tersebut, Fachrul Razi mengatakan Kementerian Agama akan menggelar lelang jabatan untuk posisi Direktur Bimas Katolik.
Baca: Kubu Mulfachri Protes Soal Pendaftaran Calon Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan
Dalam lelang jabatan itu, nantinya ada syarat harus beragama Katolik.
"Mulai minggu depan ini (lelang jabatan), keputusannya sudah ditandatangani. Melalui lelang jabatan tidak bisa sembarangan, udah ada aturannya," kata dia.
Sesuai Surat Edaran (SE) Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 2/SE/VII 2019 bahwa ketentuan pelaksana tugas dalam Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrator, Jabatan Pengawas hanya boleh dijabat oleh pejabat yang sama atau setingkat lebih tinggi di lingkungan unit kerjanya.
Baca: Azas Tigor Nilai Anies Baswedan yang Politisasi Masalah Banjir, Minta Jokowi Segera Bertindak: Kacau
Untuk diketahui pejabat eselon 1 di lingkungan Bimas Katolik itu hanya ada 1, sementara selebihnya adalah eselon 2 dan 3 jadi tidak mungkin plt diambilkan dari lingkungan ditjen Bimas Katolik.
Dianggap off side
Penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Katolik Prof Dr Nur Cholis yang beragama Islam oleh Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mendapat pro dan kontra.
Salah satunya pengamat intelijen senior Suhendra Hadikuntono. Suhendra mengaku tidak habis pikir dengan pertimbangan dan logika Menag Fachrul Razi.
"Dengan pertimbangan dan alasan apa pun, keputusan Menag sangat tidak bisa diterima akal sehat. Alasan administrasi, tapi mengabaikan sensitifitas kehidupan beragama. Itu langkah yang tidak bijak dan sembrono," ujar Suhendra di Jakarta, Minggu (9/2/2020).
Menurut Suhendra, keputusan yang diambil Menag itu berpotensi menuai respons negatif dari umat Katolik di Indonesia dan dunia internasional.
Baca: Didampingi Menag Fachrul Razi, Jokowi Tinjau Renovasi Masjid Istiqlal Jakarta
Keputusan yang gegabah itu ia nilai akan menjadi bumerang bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Keputusan ini seolah merendahkan keberadaan umat Katolik di Indonesia. Seakan-akan tidak ada umat Katolik yang pantas menduduki jabatan Plt Dirjen Bimas Katolik. Padahal saya yakin ada eselon di bawah Dirjen Bimas Katolik yang beragama Katolik yang bisa ditunjuk sebagai Plt," jelasnya.
Suhendra sangat menyayangkan keputusan Menag Fahrul Razi tersebut.
"Seharusnya seorang menteri yang merupakan pembantu Presiden membantu tugas Presiden menjalankan operasionalisasi kebijakan nasional, bukan sebaliknya menjadi beban bagi Presiden," terang Suhendra.
Pandangan Suhendra ini ternyata sejalan dengan berbagai tokoh masyarakat, di antaranya Prof Komarudin Hidayat.
Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) itu juga menyesalkan keputusan Menag.
Lebih lanjut Suhendra menyarankan agar Menteri Agama sesegera mungkin menganulir keputusannya dan menunjuk pejabat defenitif Dirjen Bimas Katolik yang beragama Katolik.
"Sebelum hal ini menjadi bola liar yang dapat merugikan citra Presiden Jokowi, sebaiknya Menag segera menunjuk pejabat tetap Dirjen Bimas Katolik yang tentu saja sosok beragama Katolik yang memenuhi syarat untuk jabatan itu," pintanya.
Ke depan Suhendra berpendapat penunjukan pejabat eselon I meskipun hanya Plt harus sepersetujuan Presiden.
Hal ini menurut Suhendra untuk menghindari "off side" seperti yang dialami Fachrul Razi.
"Pejabat negara setingkat menteri atau wakil menteri dalam mengambil keputusan, apalagi yang menyangkut isu keagamaan, seharusnya mempertimbangkan sensitifitas masyarakat. Jangan asal mengambil kebijakan yang akhirnya menimbulkan polemik dan gejolak seperti saat ini," saran Suhendra.
Suhendra meyakini apa yang dilakukan oleh Menag Fachrul Razi terkait penunjukan Plt Dirjen Bimas Katolik tanpa seizin dan sepengetahuan Presiden Jokowi.
Karena, menurutnya, bukan tipikal Presiden Jokowi membuat kebijakan yang menabrak sensitifitas keagamaan.