TRIBUNNEWS.COM - Wacana pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) eks eks Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) ke Tanah Air masih menjadi polemik.
Pembahasan terkait wacana tersebut masih ramai diperbincangkan banyak pihak.
Banyak pihak yang setuju WNI eks ISIS dipulangkan, namun tak sedikit dari mereka yang menolak pemulangan WNI eks ISIS.
Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tegas mengemukakan sikapnya yakni menolak pemulangan WNI eks ISIS.
Terkait dengan pemulangan WNI eks ISIS, Tenaga Ahli Utama Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin memberikan tanggapannya.
Hal itu diungkapkan Ngabalin dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi yang diunggah di kanal YouTube Talk Show TVOne, Selasa (11/2020).
"Kalau ditanya dengan berbagai pertanyaan maka pertanyaan sebetulnya, kalau kita balik pertanyaannya adalah bagaimana kalau ISIS menang?"
"Sekarang kan ISIS kalah nih bagaimana kalau ISIS menang? Adakah timbul peristiwa ini?" ujar Ngabalin.
Menurut Ngabalin, persoalannya sekarang ini adalah dalam setiap forum, orang banyak membicarakan tentang hak warga negara soal wacana tersebut.
"Tapi yang paling penting dari sebuah diksi besar itu adalah, ini adalah kejahatan perang internasional," terang Ngabalin.
Ngabalin mengatakan, lantaran untuk saat ini ISIS kalah maka otoritas yang mengurus tawawan-tawanan perang itu adalah Irak dan Suriah.
"Mereka ditawan sekarang ini karena kalah, maka nanti otoritas kedua negara itu lah yang mengurus para tawanan-tawanan perang," ungkap Ngabalin.
Baca: Wacana Pemulangan WNI Eks ISIS, Korban Bom Surabaya Berat Terima karena Masih Trauma
Baca: Pro Kontra Pemulangan WNI Eks ISIS, Akademisi Tawarkan Opsi Ketiga: Pulangkan Anak dan Wanita Lemah
Persoalan lain, menurut Ngabalin adalah ISIS telah mempropaganda seluruh orang-orang Islam.
Yakni orang Islam yang punya pengetahuan akidah dan syariah yang tipis, dan memahami sesuatu hitam putih.
Sehingga, mereka dengan mudah dapat masuk ke Suriah dan bergabung ke ISIS.
"Jadi maksud saya dalam posisi ini lah maka nanti mereka di hukum atau mereka harus menjalani proses itu di kedua negara ini (Irak dan Suriah)," terang Ngabalin.
Lebih lanjut, Ngabalin menjelaskan, bahwa WNI eks ISIS ini pergi ke Suriah dan bergabung dengan ISIS lantaran kemauannya sendiri.
"Dia menyebutkan negara Indonesia negara thogut, dia menyebutkan negara Indonesia pemerintahannya kafir."
"Dia mau menempuh dengan jalan surganya, ya pergilah dengan niatnya," ujar Ngabalin.
Dalam pengertian lain, Ngabalin menyebut, bahwa mereka sudah bukan lagi warga negara Indonesia.
Apalagi dengan pembakaran paspor yang telah dilakukan WNI eks ISIS.
"Artinya kalau nanti di amasuk dalam Mahkamah nih, di Damaskus atau di Irak mengidentifikasi dirinya sebagai orang Indonesia dari mana?" kata Ngabalin.
Ngabalin menjelaskan, dari data dokumen yang pihaknya peroleh, WNI eks ISIS telah berada di Suriah paling kurang 9 tahun.
"Dia itu paling kurang 9 tahun, dari data dokumen yang kita terima ya, makanya dia itu sekitar 14 sampai 17 tahun (di Suriah)."
"Bagaimana cara mengidentifikasi ini orang Manila, ini orang Indonesia, ini orang Turki dan lain-lain," papar Ngabalin.
"Kenapa dia yang berbuat dengan sesuka hatinya, kok sekarang yang pusing pemerintah," terang Ngabalin.
Ngabalin juga menegaskan, bahwa WNI eks ISIS berbeda dengan WNI yang dievakuasi pemerintah dari Wuhan lantaran virus corona.
"Saya ingin menyatakan secara resmi, pemerintah tidak berniat sedikitpun atau punya rencana sedikitpun untuk memulangkan apalagi menjemput."
"Ingat itu saya punya kata-kata, sampai hari ini tidak ada niat sedikitpun untuk memulangkan apalagi menjemput mereka ini," tegas Ngabalin.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)