TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawaty mengingatkan pemerintah Republik Indonesia soal kebijakan melindungi anak-anak terutama yang orangtua bergabung ke Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Dia merujuk Pasal 59 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, di mana Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Lembaga Negara berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak.
"Pasal 59 menegaskan pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga negara wajib memberikan perlindungan khusus bagi anak termasuk anak korban jaringan terorisme," kata dia, saat dihubungi, Kamis (13/2/2020).
Baca: Prioritaskan Keamanan 260 Juta Penduduk Indonesia, Jokowi Tak Ambil Pusing Nasib 689 WNI eks ISIS
Untuk itu, terlepas dari asal usul anak itu, kata dia, pemerintah tetap harus memberikan perlindungan.
Apalagi kewajiban pemerintah itu diatur di peraturan perundang-undangan.
"Prinsipnya kita perjuangkan sesuai payung hukum di Indonesia mas. Bagi KPAI, apapun yg terjadi pada anak, posisinya adalah "korban". Jadi harus dilindungi," kata dia.
Apabila anak harus dipisahkan dengan orang tua, menurut dia, sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang pengasuhan alternatif.
"Tentunya ini sebagian upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah," tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, wacana pemulangan anak-anak WNI eks ISIS disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD melalui unggahan Instagram pribadinya, Rabu (12/2/2020).
"Pemerintah membuka opsi pemulangan anak-anak berusia di bawah 10 tahun yang turut dibawa orangtua mereka yang berstatus terduga eks ISIS. Namun hal ini akan kita lihat case by case," ungkapnya.
Mahfud MD mengungkapkan wacana tersebut adalah hasil rapat yang digelar Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama kabinet.
Diketahui pemerintah sepakat untuk tidak memulangkan para teroris lintas batas terutama mantan anggota ISIS.
"Hasil Rapat Kabinet dengan Presiden, Pemerintah tidak ada rencana memulangkan WNI yang diduga teroris.
Bahkan tidak akan memulangkan FTF (foreign terorist fighter), terutama mantan anggota ISIS ke Indonesia," tulisnya.
Mahfud MD menyebut pemerintah khawatir WNI eks ISIS akan menjadi teroris baru di Indonesia.
Pemerintah pun lebih mementingkan keamanan Indonesia.
"Keputusan itu diambil lantaran pemerintah khawatir para terduga eks ISIS itu akan menjadi teroris baru di Indonesia."
"Pemerintah lebih mementingkan keamanan 267 juta WNI yang berada di Indonesia dengan tidak memulangkan para terduga kombatan eks ISIS," ungkap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.