News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPK Hentikan Perkara

Alasan Penghentian Penyelidikan 36 Kasus Korupsi, Ketua KPK: Bisa Disalahgunakan untuk Pemerasan

Penulis: Inza Maliana
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua KPK Firli Bahuri menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews.com di gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/1/2020).

TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi.

Alasannya, kasus tersebut tidak memenuhi syarat untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Masyarakat pun berspekulasi atas alasan lain.

Untuk itu, Ketua KPK Firli Bahuri angkat bicara terkait penghentian 36 kasus tersebut.

Hal itu dibenarkan olehnya, alasan kasus tersebut dihentikan adalah demi kepastian hukum.

"Tujuan hukum harus terwujud, kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan."

"Tidak boleh perkara digantung-gantung untuk menakut-nakuti pencari kepastian hukum dan keadilan," kata Firli kepada wartawan, Jumat (21/2/2020), melansir Kompas.com.

Ketua KPK Firli Bahuri berpose usai wawancara khusus dengan Tribunnews.com di gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/1/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Lebih lanjut, Firli menjelaskan kasus tersebut dihentikan karena dinilai bukan tindak pidana.

Firli juga khawatir perkara yang terkatung-katung penanganannya akan jadi modus pemerasan.

"Kalau bukan tindak pidana, masa iya tidak dihentikan."

"Justru kalau tidak dihentikan maka bisa disalahgunakan untuk pemerasan dan kepentingan lainnya," ujar Firli.

Baca: KPK Hentikan Penyelidikan 36 Perkara Korupsi, Mahfud MD: Menkopolhukam Bukan Atasannya KPK

Baca: ICW Sudah Prediksi KPK Akan Setop Banyak Perkara Sejak Firli Cs Dilantik

ICW mempertanyakan alasan 

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) turut memantau soal penghentian penyelidikan 36 kasus tersebut.

Pihaknya mempertanyakan keputusan pimpinan KPK untuk menghentikan kasus tersebut.

Peneliti ICW, Wana Alamsyah mengaku khawatir atas penghentian perkara itu.

Terutama bisa menjadi alat penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri dan pimpinan lainnya.

"Jangan sampai pimpinan KPK melakukan abuse of power dalam memutuskan penghentian perkara."

"Apalagi Ketua KPK merupakan polisi aktif sehingga dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan.

"Terutama pada saat menghentikan kasus tersebut yang diduga melibatkan unsur penegak hukum," kata Wana dalam keterangan tertulis, masih melansir dari Kompas.com.

Koordinator bidang investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri (kiri) bersama Ppeneliti ICW Wana Alamsyah memaparkan temuannya dalam konperensi pers terkait tren pemberantasan korupsi 2015 semester pertama di Jakarta Pusat, Senin (14/9/2015). Berdasarkan data ICW, kinerja aparat penegak hukum tergolong cukup baik dengan 253 kasus kendati kerugian negara yang terungkap di bawah rata-rata yait Rp2,7 triliun akibat kinerja penindakan KPK yang menurun serta aktor yang paing banyak melakukan korupsi masih berkutat pada pejabat atau pegawai kementerian pusat dan daerah.  (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Sebab, kasus-kasus dugaan korupsi yang penyelidikannya dihentikan melibatkan sejumlah aktor penting.

Di antaranya seperti aparat penegak hukum, kepala daerah, hingga anggota legislatif.

Wana mengatakan, penghentian penyelidikan pun mestinya harus melalui proses gelar perkara yang melibatkan setiap unsur.

Dimulai dari tim penyelidik, tim penyidik, hingga tim penuntut umum.

"Apabila ke-36 kasus tersebut dihentikan oleh KPK, apakah sudah melalui mekanisme gelar perkara?" kata Wana.

(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Ardito Ramadhan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini