TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara mengatakan upaya pengaturan pengambilan foto, rekaman suara, dan rekaman TV di ruang sidang akan berdampak serius terhadap akses keadilan masyarakat.
"Ini mereduksi keterbukaan informasi yang juga diwajibkan oleh hukum yang berlaku di Indonesia," kata Anggara, kepada wartawan, Kamis (27/2/2020).
ICJR melihat aturan ini berat sebelah, karena jika aturan ini diberlakukan maka Mahkamah Agung harus menjamin setiap pengadilan wajib mengeluarkan materi terkait dengan persidangan yang sedang berlangsung baik dalam bentuk foto, gambar, audio, dan rekaman visual lainnya yang bisa diakses masyarakat secara bebas.
Baca: Ditanya Soal Pembentukan Pansus Banjir Ibu Kota, Ini Respons Anies Baswedan
"Sekedar melarang tanpa mewajibkan setiap pengadilan mengeluarkan materi terkait dengan persidangan, maka dalam pandangan ICJR hal ini adalah bentuk kesewenang wenangan dari Mahkamah Agung," kata dia.
Dia memandang aturan ini menegasikan atau menihilkan kewenangan Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara karena ketertiban di ruang sidang adalah tanggung jawab dari Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut.
"Izin dari Ketua Pengadilan baru relevan jika para pengunjung sidang termasuk media massa membawa peralatan yang pada dasarnya akan mengganggu tidak hanya persidangan namun pengadilan secara keseluruhan," ujarnya.
Baca: Bandar Narkoba Pemasok Vitalia Sesha Berbeda Jaringan Dengan Artis Yang Lain
Selain berdampak pada masyarakat terutama awak media, larangan ini juga berdampak terhadap kerja–kerja Advokat yang membutuhkan dokumentasi materi persidangan untuk dapat melakukan pembelaan secara maksimal.
ICJR memahami diperlukan ketenangan bagi Majelis Hakim yang menyidangkan perkara untuk dapat memeriksa dan memutus perkara dengan cermat dan hati–hati.
"Namun ICJR melihat ada cara lain yang dapat diberlakukan untuk dapat mengatur ketertiban di ruang sidang dengan memperhatikan kepentingan berbagai pihak yang terkait dengan persidangan," tambahnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) melalui Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum menerbitkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan.
Salah satu aturan terkait pengambilan foto, rekaman suara, dan rekaman TV.
Baca: Aturan Baru: Wartawan yang Rekam dan Foto Suasana Persidangan Harus Seizin Ketua Pengadilan
Berdasarkan surat edaran yang diterima, latar belakang lahirnya Surat Edaran itu dikarenakan
"Kurang tertibnya penegakan aturan dalam menghadiri persidangan di pengadilan-pengadilan negeri sebagaimana seharusnya yang telah ditentukan dalam berbagai ketentuan peraturan perundangan dan adanya tindakan di ruang sidang yang menggangu jalannya persidangan serta untuk menjaga marwah pengadilan sehingga dibutuhkan suatu aturan untuk mengantisipasi hal-hal tersebut".
Adapun maksud dan tujuan diterbitkannya Surat Edaran itu untuk