NAMA Sofyan Djalil mulai bertengger di jajaran elite pemerintahan sejak pemerintahan periode pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ia terus bertahan hingga pemerintahan berganti kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2014 lalu, bahkan saat periode kedua pemerintahannya.
"Pak JK (Jusuf Kalla) mengatakan saya ini seperti kunci Inggris, ke mana saja bisa. Kunci Inggris itu kompetensi. Oleh sebab itu, jika ada sesuatu, kita harus dalami dan ada interest untuk itu," kata Sofyan Djalil, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)-Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), dalam wawancara eksklusif dengan Tribunnews Network, Kamis (27/2/2020).
Saat mendapat amanah sebagai Menteri ATR-Kepala BPN pada 27 Juli 2016, Sofyan mendapat tugas dari Presiden Jokowi untuk membereskan masalah pertanahan yang rumit.
"Pak Sofyan mari kita bereskan BPN," ujarnya menirukan perintah Presiden.
Berikut lanjutan petikan wawancara dengan pria yang pernah memimpin empat kementerian lainnya itu.
Tribun: Soal instruksi Presiden Jokowi agar jangan korupsi, bagaimana Anda menjalankan di Kementerian ATR-BPN?
Kami perbaiki sistemnya, SOP (standar operasional prosedur), termasuk pengawasannya. Saya pikir sekarang ini BPN sudah lebih baik walaupun belum baik.
Sudah lebih baik berarti sudah bergerak dari kondisi sebelumnya. Baik itu adalah kondisi ideal. Sejumlah kantor BPN di daerah sudah menerapkan wilayah bebas korupsi (WBK).
Baca: Guru SMA Cabuli Siswinya di Dalam Mobil, Beraksi di Parkiran TK, Rayu Beri HP hingga Nilai Bagus
Baca: Indomaret Diskon Gila-gilaan hingga Maret 2020, Ini Daftar Harga Make Up, Pampers, hingga Sembako
Ada zona integritas, kemudian kami ikutkan lomba.
Tahun lalu, sebuah kantor pelayanan yang dianggap paling bagus versi Menpan-RB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi) adalah kantor BPN Jakarta Utara.
Kalau pergi ke kantor BPN Tangerang, sudah seperti pelayanan di kantor perbankan. Ini terus kami perbaiki. Kantor BPN di seluruh Indonesia itu jumlahnya lebih dari 500.
Pegawai organik BPN sekira 19 ribu orang di seluruh Indonesia. Kalau ditambah tenaga honorer dan pegawai kontrak (PPKPPWT), menjadi sekira 40 ribu orang.
Tribun: Apa terobosan yang telah dilakukan terkait pelayanan dan mengurangi pungutan liar (pungli)?
Kami menuju digitalisasi layanan, sehingga tidak perlu lagi masyarakat bertemu secara langsung dengan pegawai BPN.
Sekarang empat layanan sudah digital, mulai dari pendaftaran hak tanggungan, cek sertifikat, hingga roya (pencabutan hak tanggungan).
Secara teori, 50 persen antrean di kantor BPN akan berkurang. Kami targetkan 2024 seluruh layanan pertanahan sudah digital.
Baca: VIDEO Detik-detik Jemaah Umrah Batal Berangkat di Bandara Soetta, Deretan Koper Tertahan
Baca: Gisella Anastasia Bantah Hari Ini Dipanggil Polisi sebagai Saksi Kasus Pembobolan Kartu Kredit
Apa faktor yang mempengaruhi sehingga pembebasan tanah untuk keperluan proyek infrastruktur (jalan tol, bandara, dan lain sebagainya) tidak menimbulkan sengketa pembebasan tanah menonkol dan berlarut?
Peran BPN ya di pembebasan tanah itu. Kami menggunakan UU Nomor 2 Tahun 2012 beserta peraturan pelaksanaannya. Selain itu pembebasan tanah sekarang ini menganut prinsip penilaian harga yang fair.
Kenyataannya lebih banyak harga pembebasan tanah menjadi ganti untung. Masih banyak sih yang tidak setuju pada penetapan harga pembebasan tanah, tapi sudah ada mekanisme.
Anda (pemilik tanah) tidak setuju tidak apa‑apa, kami titipkan uang pengganti ke pengadilan, tanah tetap kena gusur. Kalau suka ambil uangnya, tidak suka gugat ke pengadilan. Jadi dengan begitu kepentingan umum tidak boleh diganggu kepentingan pribadi.
Tribun: Daerah mana yang paling krusial terkait masalah pembebasan tanah?
Rasanya sama saja. Ada yang mudah sekali. Kapan hari (21 Februari 2020) Presiden Jokowi ke Aceh, melihat pembangunan jalan tol.
Di tempat lain, proyek bergerak cepat dibandingkan dengan pembebasan tanah. Namun di Aceh, sekarang pembebasan tanah sudah 98 persen sedang pembangunan fisik baru sekira 20‑30 persen.
Itu berarti di sana pembebasan tanah lebih mudah. Sedang di Lampung, kita kejar‑kejaran. Kadang harus disewa dulu tanahnya baru bisa dibebaskan. Namun secara umum sekarang ini praktis pembebasan tanah bukan menjadi isu yang besar.
Baca: Bela Anies, Geisz Chalifah Ungkap Penyebab Banjir Jakarta: Kita Puluhan Tahun Rusak Kota Ini
Baca: Hadiah Spesial dari Ipone untuk Pencetak Holeshot di JC Supertrack Championship 2020
Tribun: Apakah itu berarti Anda sebagai menteri telah sukses?
Bukan saya yang sukses. Sistem yang sudah lebih baik. Orang‑orang BPN yang bekerja secara baik. Saya tidak pernah ke lapangan, tidak pernah bebaskan tanah.
Yang bebaskan tanah kan anak buah. Saya ini orangnya santai banget, tidak pernah stres. Saya justru bikin orang lain stres.
Tribun: Apa ini alasannya Anda selalu dipakai terus siapapun presidennya?
Rumusnya kerja yang baik saja. Tidak neko‑neko (macam-macam), jalani saja hidup ini. Semua sudah ditentukan, ada garis tangan. Oleh karena itu saya rekomendasi Anda jangan sering‑sering cuci tangan.
Di Indonesia ini siapapun bisa menjadi apapun. Itu untungnya Indonesia. Orang mengenal saya orang yang tidak neko‑neko. Kalau ada target, bisa kita selesaikan, ada tugas bisa laksanakan secara baik, dan baik kepada semua orang.
Ketika bertemu teman lama saya bilang, "Aku masih seperti yang dulu." Jadi itu, kalau Anda kenal saya 20 tahun lalu ya masih seperti sekarang.
Baca: Senyum Baim Wong Bertemu Lagi dengan Nurul Sopir Angkot Viral, hingga Penumpang Turun Minta Foto
Baca: Ferdinand Hutahaean Heran Anies Sebut Air Hujan Dimasukkan ke Bumi: Ini Sesat Logika Air Hujan
Tribun: Orang bilang Anda beruntung karena dekat dengan Jusuf Kalla (JK)?
Saya dekat dengan Pak JK, dengan Pak Jokowi dekat. Dengan siapapun dekat, termasuk dengan Anda yang baru kenal hari ini rasanya sudah dekat.
Tribun: Apa Anda punya waktu untuk keluarga?
Jalani hidup ini santai saja, yang penting tujuan tercapai. Saya orangnya tidak mau yang terlalu teknis gitu.
Jangan berkeringat untuk sesuatu yang tidak penting, tetapi saya orangnya detail. Waktu untuk keluarga selalu ada. Soal keluarga itu yang penting jangan cari keluarga lebih dari satu.
Tribun: Menurut Anda, bagaimana sosok Jokowi?
Saya senang pada Pak Jokowi karena sangat reformis. Beliau ingin menyelesaikan segala sesuatu yang dia inginkan dan betul‑betul komit tentang masalah itu.
Kalau komit mau bikin jalan tol harus jadi jalan tol. Komit bikin bandara harus jadi bandara. Selain itu dikejar‑kejar terus (penyelesainnya). Memang harus begitu. Beliau seorang pemimpin yang punya visi dan seorang manajer yang efektif.
Tribun: Bagaimana cara Pak Jokowi menegur Anda?
Baca: Bela Anies Terkait Banjir, Sandiaga Uno Pertanyakan Kursi Wakil Gubernur yang Tak Kunjung Terisi
Baca: Hamil 4 Bulan, Cut Meyriska Dianjurkan Makan 2 Jam Sekali karena Punya Riwayat Sakit Maag
Pak Jokowi tidak menegur. Beliau hanya omong saja di depan umum, "Menteri ini targetnya keluarkan sertifikat tahun ini (2017) sebanyak 5 juta. Kalau tidak tercapai pilihan sebagai menteri cuma dua, diganti atau dicopot."
Saya tahu Pak Jokowi harus omong begitu sebagai bos. Oke kami kerjakan. Pak Jokowi tidak punya maksud apa-apa, cuma ingin menunjukkan gaya leadershipnya adalah result oriented (berorientasi pada hasil).
Tribun: Soal Omnibus Law Cipta Kerja banyak yang menyangsikan prosesnya, bagaimana tanggapan Anda?
Begini, saya ingin jelaskan dulu tentang Omnibus Law. Hari ini ada 7 juta orang pengangguran terbuka. Setiap tahun tambah 2,4 juta orang masuk lapangan kerja.
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang ada sekarang, 5 persen, tidak mampu menjawab. Artinya lapangan kerja tercipta, tapi yang membutuhkan 7 juta penganggur ditambah 2,5 juta angkatan kerja baru tiap tahu.
Lapangan pekerjaan tercipta, mungkin 3‑4 juta, tapi masih banyak yang belum kerja. Apa hambatannya, ya regulasi. Negeri kita ini seperti jagoan yang sedang dirantai, terbelenggu oleh bermacam-macam aturan.
Mau bikin pabrik tekstil, izinnya macam-macam. Lebih mudah bangun pabriknya daripada mengurus izin di republik ini. Itu yang ingin dibereskan oleh pak Jokowi dengan Omnibus Law.
Kalau kita ingin menuntaskan masalah pengangguran, maka pertumbuhan ekonomi harus cepat. untuk pertumbuhan ekonomi lebih cepat, regulasi itu harus kita sederhanakan. (reza deni)