TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komnas Pengendalian Tembakau bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menghimbau masyarakat dan pemerintah agar lebih waspada terhadap COVID-19 terkait tingginya perokok di Indonesia.
Hal ini karena perilaku merokok merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko infeksi COVID-19 dan memperparah komplikasi penyakit yang diakibatkannya.
Baca: Sebaran Corona Kian Masif, Belajar di Rumah Jadi Alternatif
Dalam peta global kasus COVID-19 Johns Hopkins Center for Systems Science and Engineering sampai pagi ini menyebutkan kematian akibat virus corona telah mencapai 4.720 orang di seluruh dunia.
Sementara kasusnya telah mencapai 128.343 kasus dengan 68.324 pasien berhasil sembuh.
Hingga Selasa (10/3/2020), terdapat 103 negara di dunia yang mengonfirmasi terinfeksi virus corona.
Sementara itu, di Indonesia, sampai 12 Maret 2020 pukul 09.00 WIB, 34 kasus konfirmasi positif COVID-19 yang kemudian 2 kasus berhasil sembuh, 1 kasus meninggal.
Berbagai peringatan dan panduan pencegahan dirilis pemerintah maupun lembaga-lembaga kesehatan, termasuk organisasi kesehatan dunia, WHO.
Belum lama ini, pada 8 Maret 2020 lalu, WHO Indonesia mengeluarkan pernyataan yang secara lebih spesifik mengingatkan masyarakat Indonesia mengenai kaitan antara Covid-19 dengan perilaku merokok.
Dalam pernyataan resmi tersebut, Dr. N. Paranietharan, WHO Representative to Indonesia menyebutkan,
“Perokok berisiko tinggi untuk penyakit jantung dan penyakit pernapasan, yang merupakan faktor risiko tinggi untuk mengembangkan penyakit parah atau kritis dengan COVID-19. Karena itu, perokok di Indonesia berisiko tinggi terkena COVID-19)," katanya dalam keterangan pers yang diterima, Jumat.
Pernyataan ini sejalan dengan hasil beberapa temuan yang terbit dalam berbagai literatur yang menyebutkan hubungan antara perokok dan karakteristik pasien terinfeksi Covid-19, di antaranya:
1. Epidemiological and clinical features of the 2019 novel coronavirus outbreak in China (Yang Yang, dkk, medRxiv, 2020)
Sekelompok peneliti dari China dengan beragam latar belakang institusi, di antaranya Beijing Institute of Microbiology and Epidemiology, University of Florida, dan Chinese Centre for Disease Control and Prevention, menyebutkan keparahan coronavirus pada laki-laki di China lebih tinggi dibandingkan perempuan, hal ini dapat disebabkan karena laki-laki di China kebanyakan adalah perokok berat.
Studi ini juga menyebutkan 61,5% penderita pneumonia berat akibat coronavirus adalah laki-laki dan tingkat kematian 4.45% pada pasien laki-laki dan 1.25% pada pasien perempuan.