News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Video Pelecehan Siswi SMK Terungkap Setelah Diunggah di WA, Pengamat: Perlu Integrasi Medsos & Mapel

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi penggunaan media sosial

TRIBUNNEWS.COM - Beberapa hari lalu publik dihebohkan dengan aksi pelecehan seksual yang terhadap seorang siswi SMK di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.

Siswi tersebut dilecehkan secara beramai-ramai di ruang kelas oleh teman-temannya.

Bagian tubuhnya diraba dan disentuh secara paksa.

Kasus ini pun telah ditangani pihak kepolisian.

Ternyata, salah satu pelaku lah yang mengunggah video tersebut untuk pertama kalinya di status WhatsApp.

Dalam waktu sehari, video tersebut sudah viral di media sosial Indonesia.

Perilaku bermedia sosial di kalangan siswa/siswi pun menjadi sorotan.

Baca: Siswi SMK Digerayangi di Kelas, Polisi Akan Panggil Pihak Sekolah, Peran Guru Jadi Sorotan

Tanggapan Pengamat

Menanggapi hal tersebut, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof. Harun Joko Prayitno, M. Hum mengungkapkan, media sosial perlu diintegrasikan dengan mata pelajaran.

Harun mengungkapkan pelajaran media sosial tidak perlu muncul sebagai mata pelajaran sendiri.

"Sejalan dengan era hybrid, era blended, media sosial bisa diintegrasikan dengan mata pelajaran yang sudah ada. Misalnya Bahasa Indonesia bisa, kewarganegaraan bisa, ilmu sosial juga bisa," ungkap Harun saat dihubungi Tribunnews, Kamis (12/3/2020).

Harun menyebut media sosial merupakan satu lingkungan yang tidak bisa dihindari, apalagi kaitannya dengan kondisi kekinian.

"Jadi caranya memang bahan-bahan ajar yang sudah ada saya kira sangat penting untuk diperkenalkan dan diintegrasikan dengan media sosial," ungkap Harun.

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof. Harun Joko Prayitno, M. Hum

Integrasi dengan media sosial disebut harun dapat dilakukan melalaui beberapa mata pelajaran terkait.

"Termasuk etika bermedsos, kesantunan-kesantunan dalam medsos itu bagaimana, bisa disisipkan," ungkap Harun.

Harun mengungkapkan peserta didik bisa diajak untuk memahami media sosial dengan pendekatan kontekstual, holistik, maupun critical thinking.

Baca: POPULER: Ini Modus Oknum Driver Ojol yang Lecehkan Siswi SMK, Pelaku Beraksi dengan Wajah Datar

Tantangan Terbesar

Harun mengungkapkan, tantangan terkini untuk para pelaku di dunia pendidikan adalah laju perkembangan information technology (IT) atau teknologi informasi yang tak bisa lagi dikejar.

"Tantangan terkini adalah tidak bisanya mengikuti laju perkembangan IT, yang di dalamnya ada media sosial," ujar Harun.

Perkembangan IT dan media sosial disebut Harun sangatlah cepat.

"Tidak lagi bicara day to day, tapi second to second," ungkapnya.

Sementara itu penyegaran materi pembelajaran dilakukan lebih lama.

"Bisa per semester, per tahun, paling cepet per bulan," ujarnya.

Menurut Harun, integrasi antara materi pembelajaran dengan materi kekinian menjadi mutlak.

"Yang disegarkan, yang diotak-atik bukan kurikulum, tapi yang diotak-atik ya yang menjadi motor, inisiator, dan penggerak, yaitu guru," ungkap Harun.

Harun mengungkapkan, guru tak lagi hanya menjadi fasilitator di era perkembangan teknologi.

"Tapi guru sebagai pendamping dalam pembelajaran," ujarnya.

Baca: Heboh Kasus Kepsek Cium Siswi di Kelas Kosong, Ini yang Harus Dilakukan saat Alami Pelecehan Seksual

DPRD Usul Medsos Masuk Kurikulum

Sebelumnya, Anggota DPRD Sulawesi Utara (Sulut) Richard Sualang memandang perlu masuknya pembelajaran mengenai sosial media di kurikulum pendidikan.

Hal ini setelah viralnya kasus penggerayangan paksa seorang siswi SMK di Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulut.

Richard menilai kasus ini sebagai wujud pengaruh media sosial.

Anggota DPRD Komisi IV yang membidangi pendidikan itu pun menilai perlu dimasukkannya pembelajaran media sosial ke dalam kurikulum belajar.

"Itu yang saya lihat di Sulut. Solusinya, perlu dan harus dimasukkan di kurikulum belajar khususnya SMA dan SMK terkait media sosial," kata Richard di kompleks kantor DPRD Sulut, Selasa (10/3/2020) siang dilansir Kompas.com.

Baca: Cemburu Liat Facebook, Rudianto Jauh-jauh dari Madura ke Bali untuk Membunuh Istri Sirinya

Pembelajaran mengenai media sosial disebut Richard bertujuan agar para siswa lebih bijak dan memiliki etika dalam bermedia sosial.

"Tidak memperlakukan sesama pelajar maupun manusia dengan dilecehkan kemudian dipublikasikan," tuturnya.

Pembelajaran mengenai media sosial juga disebut Richard bermanfaat untuk siswa agar bisa melawan hoaks.

Sebelumnya Richard pun mengaku prihatin akan kejadian pelecehan seksual kepada seorang siswi SMK di Bolaang Mongondow.

Sebab, di Manado belum lama ini telah ada kasus yang mencoreng dunia pendidikan.

"Kita sangat prihatin, karena waktu lalu kita (di Manado) sudah ada kasus siswa tikam guru hingga tewas. Timbul kasus baru, dan ini bisa dibilang pelecehan seks," kata Richard.

Baca: VIRAL Video Pelecehan Siswi SMA Beramai-ramai, Tim Siber Kepolisian dan Pemerintah Telusuri Lokasi

Sementara itu Richard juga mempertanyakan peran Dinas Pendidikan Daerah (Dikda) Sulut untuk memperketat pengawasan sekolah.

"Ini menjadi pertanyaan, apakah ini sudah dilakukan? Karena kasus-kasus seperti ini masih saja muncul. Karena SMA/SMK menjadi kewenangan Dikda Sulut," katanya.

Politikus PDIP ini juga mendorong adanya pemanggilan dan pemberian sanksi kepada pihak sekolah.

"Sanksi buat sekolah, dan guru juga yang bertanggungjawab. Kalau sudah di tangan polisi, silahkan diproses hukum. Kita serahkan kepada pihak berwajib," tegas Richard.

(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P) (Kompas.com/Kontributor Manado, Skivo Marcelino Mandey)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini