TRIBUNNEWS.COM - Simak sejarah peringatan Hari Kartini yang jatuh pada 21 April.
Seperti yang diketahui, perempuan dengan nama lengkap Raden Adjeng Kartini (R.A. Kartini) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
R.A Kartini juga dikenal sebagai tokoh emansipasi wanita di Indonesia.
Dikutip dari wikipedia.org, Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, Hindia Belanda pada 21 April 1879.
Baca: Kumpulan Kata Mutiara Peringatan Hari Kartini 21 April hingga Sederet Fakta tentang RA Kartini
Baca: 30 Kutipan Inspiratif Kartini, Bisa Jadi Ucapan Selamat Hari Kartini 2020
R.A Kartini ini meninggal di Rembang, Hindia Belanda, pada 17 September 1904, saat usianya masih 25 tahun.
Ia juga dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
Sejarah keluarga R.A Kartini
R.A Kartini merupakan perempuan yang berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa.
Ia merupakan putri dari seorang patih bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat.
Setelah R.A Kartini lahir, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat diangkat menjadi bupati Jepara.
Ibu R.A Kartini bernama M.A. Ngasirah yang merupakan putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.
Dari sisi ayahnya, R.A Kartini masih berhubungan dengan silsilah Hamengkubuwana VI.
Selain itu, Sosroningrat masih memiliki garis keturunan ke istana Kerajaan Majapahit.
Semenjak Pangeran Dangirin menjadi bupati Surabaya pada abad ke-18, nenek moyang Sosroningrat menduduki banyak posisi penting di Pangreh Praja.
R.A Kartini adalah anak kelima dari 11 bersaudara kandung dan tiri.
Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat menjadi bupati pada usia 25 tahun.
Pangeran Ario Tjondronegoro IV dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya.
Kakak Kartini yang bernama Sosrokartono merupakan seorang yang pintar dalam bidang bahasa.
Pada usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School) yang menjadi tempat ia belajar bahasa Belanda.
Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Perjalanan R.A Kartini
Pada saat dipingit itulah, R.A Kartini belajar sendiri di rumah dan menulis surat untuk teman-temannya yang berasal dari Belanda.
Melalui buku-buku, koran, dan majalah Eropa, R.A Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa.
Kemudian, timbul keinginan untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Perhatian R.A Kartini tidak hanya berfokus pada emansipasi wanita, tetapi juga masalah sosial umum.
R.A Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
Tidak lama kemdian, oleh orangtua R.A Kartini, ia dijodohkan dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri.
R.A Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903.
Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Berkat kegigihannya, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.
Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini".
Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga seorang tokoh Politik Etis yakni Van Deventer.
Surat yang ditulis R.A Kartini dibuat buku
Setelah wafatnya R.A Kartini, temannya yang berasal dari Belanda, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa.
Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang memiliki arti harfiah "Dari Kegelapan Menuju Cahaya".
Buku yang merupakan kumpulan surat Kartini tersebut diterbitkan pada 1911.
Buku tersebut dicetak sebanyak lima kali, kemudian pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat yang ditulis oleh R.A Kartini.
Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan buku itu dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran.
Kemudian tahun 1938, keluarlah buku Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru.
Baca: Yuni Shara Ajak Perempuan Indonesia Rayakan Hari Kartini dengan Berbagi Kasih, Begini Caranya
Baca: 50 Tokoh Kolaborasi di Lagu Semua Kan Berlalu, Ini Pesan dari 2 Pengusaha Nasional
Penetapan Hari Kartini
Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964.
Dalam Kepres tersebut R.A Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Selain itu, hari lahir Kartini pada 21 April ditetapkan untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
(Tribunnews.com/Yurika Nendri)