TRIBUNNEWS.COM - Hari Buruh atau biasa disebut May Day jatuh pada 1 Mei setiap tahunnya.
Pada awalnya, Hari Buruh ini adalah reaksi atas revolusi industri yang terjadi di Inggris dan menyebar ke Amerika Serikat dan Kanada.
Mulanya mereka berkampanye memperjuangkan hari kerja 8 jam.
Baca: KSPI Gelar Aksi Virtual Kampanye di Medsos Terkait Tiga Isu May Day
Di Indonesia, peringatan Hari Buruh sempat dilarang, diperbolehkan, hingga dijadikan hari libur nasional.
Tapi setiap tahunnya selalu ada demo buruh besar-besaran di berbagai daerah dan juga di depan Istana Merdeka.
Pada era presiden pertama RI Soekarno, hari buruh sudah dirayakan dan Bung Karno selalu hadir dalam perayaan.
Buruh bebas berserikat
Dikutip Harian Kompas, Rabu (30/4/2014), Bung Karno menyampaikan kepada para buruh untuk mempertahankan politieke toestand.
Itu adalah sebuah keadaan politik yang memungkinkan gerakan buruh bebas berserikat, bebas berkumpul, bebas mengkritik, dan bebas berpendapat.
Baca: 4 Kasus Pasien Covid-19 Kabur dari Rumah Sakit, Alasan ke Toilet hingga Mengancam akan Bunuh Diri
Baca: Pemain Incaran Manchester United ini Dianggap yang Terbaik di Liga Jerman
Politieke toestand ini memberikan ruang bagi buruh untuk melawan dan berjuang lebih kuat.
Selain itu buruh juga harus melakukan machtsvorming, yakni proses pembangunan atau pengakumulasian kekuatan.
Machtsvorming dilakukan melalui pewadahan setiap aksi dan perlawanan kaum buruh dalam serikat-serikat buruh, menggelar kursus-kursus politik, mencetak dan menyebarluaskan terbitan, mendirikan koperasi-koperasi buruh, dan sebagainya.
Peringatan ditiadakan
Sementara itu pada era Presiden Soeharto, Hari Buruh diidentikkan dengan ideologi komunisme yang saat itu sangat dilarang keberadaannya.