Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons tuntutan yang diterima oleh eks calon anggota legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Saeful Bahri.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menuntut Saeful Bahri 2 tahun 6 bulan penjara.
Baca: Jumlah Buronan Bertambah Lagi, KPK Bakal Serius Lakukan Pengejaran
Tuntutan jaksa terhadap Saeful dinilai terlalu rendah oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Begini ya, dalam menuntut setiap terdakwa, disamping mempertimbangkan segala aspek yang memberatkan dan meringankan, tentu harus melihat pula konstruksi perkara secara utuh," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (7/5/2020).
"Antara lain bagaimana peran terdakwa beserta fakta-fakta hukumnya sejak penyidikan, penuntutan dan persidangan dan itu dipastikan JPU yang menyidangkan perkaranya yang lebih tahu," dia menambahkan.
Kendati demikian, Ali mengatakan, tanggapan ICW tetap dihormati KPK.
"Sekalipun kami meyakini apa yang disampaikannya bukan atas dasar melihat fakta-fakta hasil persidangan secara lengkap," kata Ali.
Sebelumnya, ICW sudah meyakini bahwa pimpinan KPK di bawah komando Firli Bahuri tidak pernah serius dan terkesan melindungi beberapa pihak dalam perkara yang melibatkan mantan caleg PDIP Harun Masiku dan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan ini.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, kesimpulan itu timbul berdasarkan beberapa kejadian.
Mulai dari pembiaran yang dilakukan oleh pimpinan KPK saat pegawainya diduga disekap di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Gagal menyegel kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP, tidak berniat untuk menangkap Harun Masiku (buronan), sampai pada ketidakjelasan tindakan penggeledahan di kantor DPP PDIP.
"Keyakinan ICW selama ini pun semakin terbukti. Perantara suap antara Harun Masiku dan Wahyu Setiawan dituntut ringan oleh KPK, yakni hanya 2 tahun 6 bulan penjara," kata Kurnia saat dihubungi, Kamis (7/5/2020).