Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gajah Mada Refly Harun, mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 menerapkan Omnibus Law.
Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Baca: Soroti Penerbitan Perppu Corona, Ini Kata Refly Harun
“Pasal 28 Perppu meniadakan aturan di undang-undang yang lain. Padahal Perppu untuk penanganan Covid-19 ternyata ditunggangi menstabilkan krisis keuangan,” kata dia, dalam diskusi Kontroversi Perppu No. 1 Tahun 2020 dari Aspek Hukum: Ketatanegaraan, Kesehatan, Bisnis, dan Pidana, Jumat (8/5/2020).
Di Pasal 28 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 disebutkan pada saat Perppu ini mulai berlaku, maka sejumlah pasal di undang-undang yang disebutkan di Perppu tersebut dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9)
Dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang ini.
“Jadi, Pasal 28 Omnibus Law yang sudah dipraktikkan, karena meniadakan aturan tersebut. Persoalan ketika Perppu menjadi undang-undang bersifat permanen dan pasal yang dicabut akan permanen tidak bisa digunakan,” tuturnya.
Selain itu, dia menilai, Perppu Nomor 1 Tahun 2020 itu menghilangkan fungsi pengadilan dan penegakan hukum.
“Perppu bermasalah. Saya melihat masalahnya Pasal 27 dan 28 bermasalah. Pasal 27 bukan kerugian negara. Itu luar biasa, karena kerugian negara salah satu unsur korupsi. Tidak bisa dipidana dan dituntut perdata kalau menjalankan dengan itikad baik dan perundang-undangan,” kata dia.
Dia mempertanyakan mengapa ada norma orang melaksanakan sesuatu berdasarkan aturan perundang-undangan tidak bisa dipermasalahkan.
“Kenapa? Karena kemudian dikhawatirkan oleh penumpang gelap. Alat protektif bukan kerugian negara tidak bisa dituntut dan segala keptuusan tidak bisa di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara,-red) kan,” tambahnya.