TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai kejadian meninggal dan dilarungnya empat anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal berbendera China dan adanya 14 ABK yang meminta bantuan hukum saat kapal berlabuh di Busan, Korea Selatan, sudah mengarah kepada perbudakan modern atau modern slavery.
Dia melihat ada indikasi perlakuan pihak perusahaan kapal yang sudah mengarah kepada pelanggaran HAM berupa tindak perbudakan atau ekspolitasi secara berlebihan yang menyebabkan kematian.
"Saya lihat yang menimpa saudara kita para TKI yang menjadi ABK di kapal Long Xing 605, LongXing 606 dan Long Xing 629 sudah mengarah kepada modern slavery. Dari enam elemen perbudakan modern, kasus yang menimpa para ABK ini terindikasi memiliki tiga elemen diantaranya seperti buruh kontrak, pekerja paksa dan perdagangan manusia," ujar Sukamta, dalam keterangannya, Sabtu (9/5/2020).
Baca: Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan Desak Pemerintah Sejahterakan Para ABK: Usut Pelanggar HAM!
Menurut Sukamta kasus ini bukanlah kasus sederhana dan menduga ada jaringan mafia perbudakan di balik kasus tersebut yang memiliki operator perusahaan pengerah tenaga kerja di berbagai negara.
Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu meminta bantuan Interpol untuk melakukan investigasi secara menyeluruh. Sehingga kejadian serupa tidak terulang.
Wakil Ketua Fraksi PKS tersebut menuturkan kasus yang mengarah kepada perbudakan modern seperti ini ibarat gunung es, yang terlihatnya hanya sebagian kecilnya.
Berdasar perkiraan lembaga The Walk Free Foundation dalam The Global Slavery Index, pada tahun 2017 ada 40 juta orang yang alami perbudakan modern.
Baca: Begini Persiapan Said Didu Hadapi Pemeriksaan Bareskrim Polri Senin Depan
"Jadi sangat mungkin ada banyak TKI kita yang saat ini berkerja sebagai ABK pada kapal-kapal asing alami tindakan yang tidak manusiawi. Juga TKI-TKI yang bekerja di pabrik-pabrik dan di perkebunan yang dipaksa bekerja hingga 18 jam sehari dan gaji yang sangat minim," kata dia.
Dia pun mempertanyakan apakah selama ini BNP2TKI sebagai lembaga yang paling bertanggung jawab terhadap penempatan TKI mengetahui hal tersebut.
Pasalnya, kata dia, sebagaimana kejadian yang pernah ada sebelumnya kasus-kasus seperti ini biasanya juga melibatkan perusahaan pengerah tenaga kerja.
Baca: Ferdian Paleka Sempat Diminta Sang Ayah untuk Serahkan Diri tapi Pilih Kabur, Ini Pengakuannya
"Mereka memberikan promosi kerja di luar negeri dengan iming-iming gaji tinggi namun mereka tidak pernah mendapatkan hak sebagaimana yang tertulis di perjanjian kerja. Padahal tidak sedikit dari mereka yang mendaftar TKI ini sudah membayar uang jaminan jutaan rupiah," imbuhnya.
Sementara terkait dengan rencana pemulangan 14 ABK WNI oleh pemerintah sebagaimana disampaikan Menteri Luar Negeri, Sukamta memberikan apresiasi positif atas respon secara cepat pihak Kemenlu.
Namun demikian, ia berharap pemerintah juga serius menekan pihak pemerintah China agar mereka melakukan langkah pendisiplinan terhadap perusahan terkait dan juga berbagai perusahaan yang melakukan eksploitasi tenaga kerja, mengingat kejadi seperti ini telah berulang terjadi.
Baca: Covid-19 Berkepanjangan Meningkatkan Risiko Bunuh Diri di Jepang
Sukamta juga menegaskan Kemenlu perlu membawa kasus yang terindikasi modern slavery tersebut ke forum internasional, karena kejadian ini bisa juga menimpa tenaga kerja negara manapun.