News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Novel Baswedan

Tim Advokasi Novel Baswedan Pesimistis Otak Pelaku Penyiraman Terungkap

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan memberikan kesaksian dalam sidang kasus penyiraman air keras terhadapnya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, di Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020). Majelis Hakim menghadirkan Novel Baswedan sebagai saksi utama dalam sidang kasus penyiraman air keras terhadap dirinya dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. Tribunnews/Herudin

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tim Advokasi penyidik KPK Novel Baswedan menemukan sejumlah kejanggalan selama persidangan kasus peganiayaan Novel.

Sidang perkara penganiayaan Novel sudah digelar sebanyak empat kali di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Terdakwanya adalah Rony Bugis dan Rahmat Kadir, anggota Polri.

Perwakilan Tim Advokasi Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana, mensinyalir penyidik Polri dan Jaksa Penuntut Umum tidak secara menyeluruh melakukan pengungkapan kasus perkara itu.

Sejak dibacakan surat dakwaan, dia melihat, setidaknya terdapat sembilan kejanggalan. Kejanggalan pertama, kata dia, Jaksa mencoba menutupi pengungkapan aktor intelektual.

Baca: Hakim Minta Jaksa Hadirkan Saksi Kunci di Sidang Novel Baswedan

Baca: Kesaksian Novel Baswedan: Mantan Kapolda Metro Jaya, M Iriawan Sempat Sebut Nama Jenderal

Dia menjelaskan, di dakwaan JPU, penyerangan itu dinilai hanya kasus biasa dan tidak ada kaitan dengan kerja-kerja Novel sebagai penyidik KPK.

Hal ini bertentangan dengan temuan Tim Pencari Fakta bentukan Polri yang menyatakan penyerangan terkait kasus besar yang ditangani Novel.

“Patut diduga Jaksa sebagai pengendali penyidikan satu skenario dengan kepolisian mengusut kasus hanya sampai pelaku lapangan,” ujar Kurnia, Senin (11/5/2020).

Dia menilai adanya dugaan manipulasi barang bukti di persidangan. Mulai dari penyidik yang tidak menghiraukan rekaman penting dari kamera Closed Circuit Television (CCTV) hingga tak utuhnya barang bukti baju yang digunakan Novel ketika diserang.

Menurut dia, Jaksa mencoba mengaburkan fakta air keras yang digunakan untuk menyiram. Tim advokasi menilai jaksa mengarahkan dakwaan bahwa air yang mengakibatkan kebutaan Novel Baswedan bukanlah air keras.

"Diduga bagian yang hilang terdapat bekas dampak air keras," kata dia.

Selain itu, kata dia, terdapat saksi yang tidak akan dihadirkan ke persidangan. Hal ini baru diketahui dari Jaksa Penuntut Umum.

“Terdapat saksi kunci penyerangan Novel Baswedan yang telah memberikan keterangan kepada Kepolisian, Komnas HAM, TGPF bentukan Polri, berkas BAP-nya diduga dihilangkan dan tidak diikutkan dalam berkas Pemeriksaan Persidangan oleh Jaksa," terang Kurnia.

Hal lain yang dipermasalahkan yaitu Jaksa terlihat tidak menjadi representasi negara yang mewakili kepentingan korban, namun malah membela kepentingan terdakwa.

Selain mendakwa pelaku dengan pasal penganiayaan biasa, Kurnia menilai jaksa juga tak berupaya menggali keterlibatan aktor lain meski telah disebutkan oleh Novel adanya kemungkinan keterlibatan aktor lain.

Sementara itu, dia mengungkapkan, majelis hakim terlihat pasif dan tidak objektif mencari kebenaran materiil.

“Hakim dinilai tidak menggali rangkaian peristiwa secara utuh, khususnya fakta-fakta sebelum penyerangan guna membuktikan bahwa serangan dilakukan secara sistematis, terorganisir, dan tidak hanya melibatkan dua pelaku lapangan,” ujarnya.

Dia juga menyoroti terdakwa didampingi kuasa hukum Polri. Pembelaan oleh institusi Kepolisian tentu akan menghambat proses hukum untuk membongkar kasus ini yang diketahui diduga melibatkan anggotanya dan juga petinggi kepolisian.

Selama persidangan, dia melihat ada kecenderungan kasus tak relevan dibahas di persidangan yakni kasus pencurian burung wallet di Bengkulu yang menyeret nama Novel.

"Jadi, isu tersebut menjadi tidak relevan dan terlihat hanya ingin mengalihkan perhatian untuk mengaburkan fakta penyerangan terhadap Novel," ujarnya.

Terakhir, dia menyoroti,ruang sidang dipenuhi aparat kepolisian saat pemeriksaan saksi. Kurnia menambahkan, bangku pengunjung dipenuhi aparat kepolisian sehingga publik dan media tak bisa menggunakan fasilitas untuk memantau persidangan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini